PARBOABOA, Jakarta - Jumlah kasus kemiskinan di Indonesia pada tahun 2024 tercatat mengalami penurunan, meski angkanya masih cukup tinggi.
Salah satu penyebabnya adalah kesalahan dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) yang tidak tepat sasaran.
Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin pada Maret 2024 tercatat sebesar 9,03 persen.
Meskipun angka penurunan ini menunjukan hal yang positif, tetapi, jumlah penduduk miskin masih cukup besar.
Hal tersebut mencerminkan bahwa, tantangan kemiskinan di Indonesia masih memerlukan perhatian dan penanganan yang serius.
Menanggapi persoalan ini, pemerintah merancang berbagai program kesejahteraan sosial sebagai bagian dari tanggung jawab untuk mengatasi masalah kemiskinan.
Salah satu strategi utama yang diambil adalah dengan memperluas cakupan program bansos kepada masyarakat yang membutuhkan.
Tujuannya adalah, memberikan bantuan langsung dan jaminan bagi masyarakat yang paling rentan, sehingga dapat meringankan beban ekonomi serta meningkatkan akses terhadap kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan pangan.
Mengutip laman resmi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, terdapat beberapa jenis bantuan yang disalurkan pemerintah kepada masyarakat. Bantuan tersebut, antara lain,
Program Indonesia Pintar (PIP), yang berfokus pada dukungan pendidikan bagi anak-anak dari keluarga miskin.
Selain itu, ada juga Program Jaminan Kesehatan Nasional/Kartu Indonesia Sehat (JKN/KIS), yang menyediakan akses layanan kesehatan secara gratis atau dengan biaya yang sangat terjangkau bagi masyarakat miskin dan rentan.
Serta Program Keluarga Harapan (PKH), yang memberikan bantuan tunai kepada keluarga miskin yang memiliki anggota keluarga dalam kategori rentan seperti ibu hamil, balita, anak sekolah, dan lansia.
Tidak hanya itu, ada juga bantuan pangan kepada masyarakat kurang mampu melalui skema distribusi berbasis kartu atau Bantuan Sosial Rastra atau Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT).
Berbagai jenis bantuan ini, tidak hanya meringankan beban hidup masyarakat, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup mereka secara keseluruhan.
Melalui akses yang lebih baik terhadap pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan dasar lainnya.
Dengan begitu, masyarakat yang berada di garis kemiskinan dapat memiliki peluang yang lebih besar untuk meningkatkan hidup mereka.
Meski demikian bantuan yang disalurkan pemerintah ternyata menyimpan sejumlah problem besar di kalangan masyarakat, karena masalah ketepatan sasaran.
Bayangkan, tahun 2023 ada 493 ribu penerima bansos salah sasaran dan sekitar 23,8 ribu penerima memiliki pekerjaan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Jika dinominalkan, total kerugian karena ketidaktepatan sasaran sekitar, Rp.523 miliar per bulan dan ASN sekitar Rp.140 miliar per bulan.
Hal itu disampaikan langsung oleh Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan, Selasa (5/9/23).
Kasus ini paling banyak terjadi di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, jelas Pahala.
Mantan Kepala Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas), Suharso Monoarfa, mengafirmasi timbulnya persoalan tersebut karena adanya eror pada skema exclusion dan inclusion.
“Hasil evaluasi Bappenas akibat adanya exclusion dan inclusion error itu sekitar 40% itu melenceng, tepatnya 46%”, Kamis 20/6/24.
Jadi sekitar 46% dari total bantuan, diterima oleh mereka yang sebenarnya tidak berhak.
Angka ini menunjukkan bahwa hampir separuh dari bantuan yang seharusnya ditujukan untuk masyarakat miskin dan rentan justru jatuh ke tangan yang keliru.
Suharso juga mengungkapkan bahwa tingginya jumlah bansos yang salah sasaran ini, disebabkan oleh pendataan penerima yang kurang baik.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah meluncurkan sistem Data Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek), yang akan menjadi basis data penerima bansos.
Dalam Regsosek mencakup informasi sosial ekonomi hampir seluruh penduduk Indonesia, mulai dari yang termiskin hingga yang paling sejahtera, dengan menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai dasar.
Data dalam Regsosek meliputi berbagai aspek, seperti kependudukan, kondisi perumahan, sanitasi, ketenagakerjaan, aset, pendidikan, kesehatan, dan program perlindungan sosial.
Suharso berharap penggunaan data ini dapat mengurangi kesalahan penyaluran bansos hingga 30% pada akhir 2024, dan memastikan bantuan tepat sasaran di masa depan.
Pendataan yang lebih baik dan pengawasan yang lebih ketat, menjadi prioritas agar bantuan dapat sampai kepada mereka yang benar-benar membutuhkan.
Melalui langkah tersebut, Indonesia berupaya mewujudkan masyarakat yang lebih sejahtera, dengan kesenjangan sosial yang semakin kecil dan angka kemiskinan yang terus menurun dari tahun ke tahun.