PARBOABOA, Jakarta - Stigma masyarakat pada perempuan lajang di atas 25 tahun masih kuat sampai saat ini. Di balik tuntutan menikah, mereka harus menghadapi pandangan negatif yang terus menghantui kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan penelitian yang berjudul Manajemen Komunikasi Stigma pada Perempuan Lajang, lima perempuan lajang berusia 25 tahun ke atas mengungkapkan bahwa mereka masih sering mendapat stigma negatif dari masyarakat hanya karena status mereka.
Budaya patriarki dan kolektif yang melekat di Indonesia mewajibkan pernikahan sebagai kewajiban bagi perempuan.
Akibatnya, perempuan lajang kerap dipandang sebelah mata, dicap "tidak laku," kesepian, atau bahkan dianggap tidak mampu menjalin hubungan sosial yang sehat.
Umumnya pandangan negatif ini biasanya muncul dalam bentuk candaan, sindiran, atau bahkan penghinaan. Cindy (2016) dan Sudarsono (2017).
Dalam sebuah jurnal yang membahas dampak dari stigma terhadap perempuan lajang di Indonesia, ditemukan bahwa tekanan psikologis juga muncul, seperti perasaan tertekan dan kesepian karena tuntutan untuk segera menikah.
Tidak hanya itu, kurangnya dukungan dari lingkungan sekitar tentang status lajang ini juga membuat banyak perempuan merasa kurang bahagia. (Oktawirawan, D.W. & Yudiarso, A., 2020).
Tidak jauh berbeda dengan pengalaman para perempuan di atas, karakter Gala Nareswara dalam novel Ganjil Genap karya Almira Bastari, juga mengalami hal yang sama.
Cerita ini berfokus pada Gala yang berusaha bangkit setelah hubungan panjangnya dengan Bara selama tiga belas tahun berakhir.
Almira membawa pembaca untuk memahami kebingungan dan dilema Gala saat ia berusaha mencari pasangan baru demi memenuhi harapan keluarga dan masyarakat.
Gala yang berusaha move on mencoba berbagai cara untuk menemukan pasangan dan menikah, termasuk mengikuti saran-saran dari sahabat-sahabatnya.
Usianya yang hampir memasuki kepala tiga membuat stigma seputar status lajang terus menghantui, ditambah lagi dengan harapan orang tua yang ingin ia menikah sebelum dilangkahi oleh adiknya.
Pencarian cinta sejati membawa Gala ke berbagai pengalaman, mulai dari mengenal orang baru, mencoba aplikasi dating, ikut kencan buta, hingga liburan ke luar negeri.
Hingga akhirnya, ia bertemu Aiman, pria mapan, dewasa, dan tampan. Namun, keduanya masih terjebak oleh masa lalu yang tak mudah dilepaskan.
Filosofi Ganjil Genap
“Kehidupan ibukota selalu membawa kisahnya sendiri”, itulah kalimat yang menggambarkan karakteristik dari karya karangan Almira Bastari.
Penulis beraliran Metropop ini berhasil mengemas cerita tentang kehidupan kota besar melalui karya novelnya.
Novel berjudul Ganjil Genap menjadi salah satu karya bergenre komedi romantis yang bertemakan cerita cinta orang-orang perkotaan.
Selain itu, ada hal menarik dibalik pupusnya hubungan antara Gala dan Bara, yaitu kisah yang membuat hubungan keduanya bertahan lama.
Almira, sang penulis, menjadikan kebijakan Ganjil Genap sebagai inspirasi dan latar dalam kisah Gala dan Bara. Keduanya bergantian menjemput satu sama lain karena perbedaan plat nomor mobil yang harus menyesuaikan aturan tersebut.
Yapss, siapa yang tidak tau dengan kebijakan Ganjil Genap daerah Perkotaan, seperti di Ibukota Jakarta?
Dikutip dari laman Jakarta.go.id, Ganjil Genap sendiri adalah kebijakan pembatasan kendaraan berdasarkan plat nomor. Kebijakan ini dilaksanakan sesuai Peraturan Gubernur Nomor 88 Tahun 2019 tentang Perubahan Nomor 155 Tahun 2018 tentang Pembatasan Lalu Lintas dengan Sistem Ganjil Genap.
Di sisi lain, Almira menulis novel ini terinspirasi dari teman-teman perempuannya yang masih lajang, mencari jodoh, atau baru putus cinta.
Karena itulah, Ganjil Genap juga menggambarkan hidup Gala yang terasa “ganjil” setelah berpisah dari Bara, dan Gala pun terus berusaha menemukan pria “idaman” yang dapat “menggenapkan” kisah cintanya.
Dari Wattpad ke Layar Lebar
Kesuksesan Ganjil Genap di Wattpad mendorong Almira untuk menerbitkannya dalam bentuk novel, yang kemudian menjadi best seller dan bahkan diadaptasi menjadi film layar lebar.
Pada 23 November 2022, MD Entertainment mengumumkan para pemain film yang akan memerankan tokoh-tokoh dalam buku ini, termasuk Clara Bernadeth sebagai Gala, Baskara Mahendra sebagai Bara, dan Oka Antara sebagai Aiman.
Tidak hanya itu, ada dua sahabat Gala, Nandi dan Sydney, yang diperankan oleh Joshua Suherman dan Nadine Alexandra.
Film yang disutradarai oleh Bene Dion Rajagukguk ini pun tayang perdana di bioskop pada 29 Juni 2023.
Tidak hanya menggambarkan kehidupan Jakarta, novel dan film Ganjil Genap juga mengandung pesan dari Almira agar masyarakat tidak memandang sebelah mata perempuan yang memilih untuk tetap melajang.
Melalui karya ini, ia mengajak para pembaca dan penonton untuk menghargai pilihan hidup setiap individu, termasuk perempuan lajang yang menjalani kehidupan di tengah tekanan kota besar.
Penulis: Hildha Nur Aini