PARBOABOA - Sean John Combs, yang lebih dikenal sebagai P. Diddy, kini terjebak dalam kasus hukum yang melibatkan nama besar lainnya. Kehidupannya tampak penuh drama di balik gemerlap Hollywood, seolah panggung takdir memanggilnya untuk memasuki babak baru.
Mantan kekasihnya, Cassie Ventura, menuduhnya melakukan pemerkosaan, kekerasan fisik, dan perdagangan seks selama hubungan mereka.
Cassie mengklaim bahwa Diddy membujuknya menjalani gaya hidup mewah yang dipenuhi dengan narkoba, sambil mengancamnya agar menjaga rahasia tentang perilaku buruknya.
Tuduhan ini semakin menguat setelah muncul laporan dari seorang wanita lain yang mengaku menjadi korban kekerasan Diddy pada tahun 1990-an.
Untuk menambah keparahan situasi, rekaman CCTV yang menunjukkan Diddy menyerang Cassie turut dipublikasikan.
Saat ini, Diddy ditahan di Brooklyn, New York, menghadapi dakwaan serius, termasuk konspirasi pemerasan dan perdagangan seks.
Penyidik federal telah menggerebek propertinya sebagai bagian dari penyelidikan yang lebih luas, melibatkan lebih dari 50 saksi yang telah diwawancarai.
Tuduhan-tuduhan ini menciptakan gambaran mengerikan tentang perilaku Diddy, yang diduga menyiksa dan memaksa korban untuk memenuhi hasrat seksualnya, sering kali dengan menggunakan narkoba untuk mengontrol mereka.
Dari perspektif latar belakang, Sean Combs yang lahir di Harlem, New York, pada 4 November 1969, tumbuh dalam situasi yang tidak mudah. Ayahnya, Melvin Combs, meninggal dunia ketika Sean baru berusia dua tahun, sehingga ia dibesarkan oleh ibunya, Janice Combs, yang bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.
Tumbuh di lingkungan keras Harlem, tekad Sean terbentuk kuat. Hal itu pun membawanya menjadi salah satu tokoh paling berpengaruh di dunia hiburan.
Dikenal dengan berbagai nama panggung Puff Daddy atau P. Diddy, Sean Combs adalah seorang maestro di industri musik dan bisnis hiburan, termasuk dalam dunia musik, fashion serta minuman beralkohol.
Karirnya dimulai setelah ia keluar dari Howard University dan bergabung dengan Uptown Records, sebuah label rekaman di New York City.
Di sana, Sean menemukan dan mengembangkan bakat besar seperti The Notorious B.I.G., yang menjadi salah satu rapper paling berpengaruh dalam sejarah hip-hop tahun 90-an, meskipun ia meninggal dunia pada 9 Maret 1997.
Pada tahun 1993, Sean dipecat dari Uptown Records. Meskipun terdengar seperti kemunduran, momen ini justru menjadi titik balik penting bagi karirnya.
Setelah hal itu terjadi, di tahun yang sama, ia memanfaatkan pengalaman yang didapat dengan mendirikan label rekamannya sendiri, yaitu Bad Boy Records, bersama The Notorious B.I..G. yang turut bergabung setelah mereka meninggalkan Uptown Records.
Bad Boy Records dengan cepat meraih kesuksesan besar karena dipelopori oleh The Notorious B.I.G.
Tak lama kemudian, artis-artis lainnya pun ikut menandatangani kontrak dengan label tersebut, termasuk Faith Evans, 112, Total, dan Mase.
Mereka semua berkontribusi dalam menjadikan Bad Boy Records sebagai salah satu kekuatan dominan di industri musik hip-hop dan R&B pada tahun 1990-an.
Kesuksesan Bad Boy Records pun semakin dikenal publik, terutama setelah album debut The Notorious B.I.G., Ready to Die (1994), yang menjadi salah satu album hip-hop paling ikonik sepanjang masa.
Namun, setelah kematian B.I.G. pada tahun 1997, Bad Boy Records menghadapi masa-masa sulit. Lalu, sebagai bentuk penghormatan kepada sahabatnya, Diddy merilis single hit I’ll Be Missing You, yang menjadi hit besar di seluruh dunia.
Tak lama setelah itu, Diddy memulai karir solonya sebagai artis dengan nama panggung Puff Daddy.
Pada tahun 1997, ia merilis album debutnya yang berjudul No Way Out, yang mencetak beberapa hits besar seperti "Can't Nobody Hold Me Down" dan "Been Around the World." Album ini bahkan memenangkan Grammy Award untuk Album Rap Terbaik.
Sepanjang karirnya, Sean sering mengubah nama panggungnya, mulai dari Puff Daddy, P. Diddy, hingga akhirnya memilih nama Diddy, yang ia gunakan saat ini.
Sebagai artis, produser, dan pengusaha, Diddy terus menghasilkan karya-karya yang sukses melalui kolaborasi dengan banyak artis besar. Album-albumnya seperti Forever (1999), The Saga Continues... (2001), dan Press Play (2006) semakin memperkuat posisinya dalam dunia musik.
Namun, kesuksesan Diddy tidak hanya terbatas pada musik. Ia juga dikenal sebagai pengusaha ulung.
Pada tahun 1998, ia meluncurkan merek pakaian mewah bernama Sean John, yang sukses besar, dan berhasil memenangkan penghargaan CFDA Men's Designer of the Year Award, yang di mana hal itu menegaskan posisinya sebagai tokoh penting di dunia fashion.
Tak berhenti di situ saja, pada tahun 2007, Diddy bermitra dengan perusahaan Diageo untuk memasarkan Cîroc Vodka, sebuah merek vodka premium.
Kemitraan ini menjadikan Diddy salah satu tokoh paling sukses di industri minuman beralkohol, dengan pendapatan besar dari penjualan Cîroc.
Pada tahun 2013, Diddy juga meluncurkan Revolt TV, sebuah jaringan televisi kabel yang berfokus pada budaya hip-hop, berita musik, dan konten orisinal.
Kemudian, seiring berjalannya waktu, Revolt TV memperluas jangkauan portofolionya dengan media digital.
Selain itu, Diddy pun juga terlibat dalam berbagai investasi lainnya, termasuk AquaHydrate, sebuah perusahaan air minum alkali, serta DeLeón Tequila, sebuah merek tequila premium.
Selama perjalanan karirnya, Diddy telah memenangkan berbagai penghargaan bergengsi, termasuk Grammy Awards, MTV Video Music Awards, dan BET Awards.
Media Forbes pun sering kali mencantumkan namanya dalam daftar Hip-Hop Cash Kings, sebagai salah satu artis dengan pendapatan tertinggi di dunia.
Walaupun seringkali terlibat dalam beberapa skandal hukum, Sean Combs juga aktif dalam kegiatan amal.
Ia mendirikan Daddy's House Social Programs, sebuah organisasi yang menyediakan layanan pendidikan dan sosial bagi anak-anak di Harlem.
Selain itu, Diddy juga sering menggunakan suaranya untuk menyuarakan isu-isu sosial, terutama yang berkaitan dengan komunitas Afrika-Amerika.
Penulis: Aris Suwandi