PARBOABOA,Jakarta - Kasus judi online yang meresahkan masyarakat kini merambah ke lingkungan parlemen.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan data mengejutkan tentang aktivitas judi online di kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Menurut Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, terdapat sebanyak 7.000 transaksi judi online yang terjadi di lingkungan DPR.
Hal ini disampaikannya saat rapat kerja dengan Komisi III DPR di Gedung Parlemen, Jakarta, pada Rabu (26/6/2024).
Ivan mengungkapkan bahwa terdapat 7.000 transaksi judi online di DPR RI.
Ia juga menjelaskan bahwa jumlah tersebut merupakan bagian dari total 63.000 transaksi judi online yang dilakukan oleh anggota dewan di tingkat DPR, DPRD, dan Sekretariat Jenderal.
"Untuk di sini saja, yang aktif saja, kalau boleh kami sampaikan ada sekitar 7.000 sekian," tambahnya.
Negara Pengendali Judi Online di Indonesia
Setelah kasus ini tersingkap ke publik, pihak kepolisian RI, juga bergerak cepat mempublikasi negara-negara pengendali judi online di Indonesia.
Kepala Divisi Hubungan Internasional Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Irjen Pol Krishna Murti, mengungkapkan bahwa mayoritas bandar judi online yang beroperasi di Indonesia dikendalikan dari negara-negara kawasan Mekong.
Negara-negara tersebut meliputi Cina, Myanmar, Laos, dan Kamboja.
"Pelakunya kebanyakan terorganisir, karena ini adalah kejahatan lintas negara, dioperasikan oleh kelompok-kelompok dari Mekong Region Countries," kata Krishna di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, pada Selasa, (25/06/2024).
Dia menjelaskan bahwa pembatasan mobilitas akibat pandemi Covid-19 telah menyebabkan meningkatnya prevalensi judi online di kawasan Mekong.
Setelah dilakukan penyelidikan, polisi menemukan bahwa bandar judi sengaja mempekerjakan warga negara Indonesia (WNI) dan negara lain sebagai operator untuk memperluas pasar.
Menurut Krishna, kegiatan operator ini diorganisir oleh kelompok mafia yang mengendalikan bisnis judi tersebut.
Lantas, bagaimana sistem perjudian slot di negara-negara Mekong?
1. Cina
Melansir Business Insider, perjudian adalah tindakan ilegal di sebagian besar wilayah Cina, kecuali untuk lotre nasional yang dikelola oleh negara.
Meskipun begitu, situs mirror atau salinan yang mirip dengan aslinya menjadi praktik umum yang dilakukan oleh bandar judi online di negara-negara yang tidak mengizinkan perjudian.
Para ahli mengatakan bahwa sulit untuk mengukur ukuran pasar judi online, tetapi Bank Rakyat Cina memperkirakan uang dari aktivitas terkait taruhan yang mengalir ke luar negeri berjumlah sekitar US$ 54 miliar pada 2019.
2. Myanmar
Operator kasino online ilegal di Myanmar dikabarkan telah memperluas lini bisnisnya hingga mencakup penipuan dunia maya dan pencucian mata uang kripto yang dikendalikan oleh kelompok bersenjata.
Laporan dari Institut Perdamaian Amerika Serikat (USIP) mengungkap bahwa Yatai New City, yang terletak di perbatasan Myanmar dan Thailand, telah menjadi sasaran proyek Building Cities Beyond (BCB) Blockchain.
Pembangunan tempat ini bertujuan untuk menjadi lokasi pencucian uang secara diam-diam.
Kota perjudian yang dibangun dengan anggaran sebesar US$ 15 miliar ini menargetkan pemain dari Cina dengan nilai transaksi mencapai US$ 25 miliar per tahun.
3. Laos
Berdasarkan laporan Jaringan Akademik Prancis untuk Studi Asia (GIS Asie), perkembangan kasino di Laos telah menjadi simbol transisi menuju neoliberalisme.
Tujuan utama pembangunan kasino ini adalah untuk menarik wisatawan asing, khususnya dari Cina, Thailand, dan Vietnam, di mana praktik perjudian dilarang keras di negara-negara tersebut.
4. Kamboja
Kasino di Kamboja telah menjamur di kota-kota perbatasan seperti Koh Kong, Pailin, Poipet, Chong Jom, Ha Tien, dan Sihanoukville sejak 1993.
Pada tahun 2014, industri perjudian di negara ini menghasilkan pendapatan pajak sebesar US$ 25 juta, dengan pertumbuhan tahunan sebesar 15 persen.
Selain itu, keuntungan dari penipuan dunia maya di Kamboja diperkirakan mencapai lebih dari US$ 12,5 miliar per tahun, setara dengan setengah dari produk domestik bruto (PDB) resmi negara tersebut.
Sebagian besar keuntungan ini dilaporkan mengalir ke kalangan elit penguasa.
Sindikat kriminal di negara-negara Mekong diperkirakan menghasilkan lebih dari US$ 43,8 miliar per tahun, hampir 40 persen dari gabungan PDB Laos, Kamboja, dan Myanmar.
Tidak hanya terlibat dalam perjudian online, sindikat ini juga memfasilitasi perdagangan manusia, membantu pengembangan teknologi digital canggih untuk penipuan, dan menyediakan layanan pencucian uang.