Ratni Dewi Sawitri | Islam | 02-06-2023
PARBOABOA – Masa iddah adalah sebuah tahapan yang penting dalam kehidupan seorang perempuan setelah dirinya ditinggal wafat, ditalak atau diceraikan oleh suaminya.
Selama masa ini, perempuan diberikan waktu yang sangat berarti untuk melakukan introspeksi, memulihkan diri secara emosional, dan menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi dalam kehidupannya.
Melansir dari buku Kupas Habis Masa Iddah Wanita karya Vivi Kurniawati, ‘iddah adalah masa di mana seorang wanita yang diceraikan suaminya menunggu. Pada masa itu, ia tidak diperbolehkan menikah atau menawarkan diri kepada laki-laki lain untuk menikahinya.
Sebagaimana yang telah tertulis dalam firman Allah surah Al-Baqarah ayat 228:
وَٱلْمُطَلَّقَٰتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَٰثَةَ قُرُوٓءٍ ۚ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَن يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ ٱللَّهُ فِىٓ أَرْحَامِهِنَّ إِن كُنَّ يُؤْمِنَّ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِٱلْءَاخِرِ ۚ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِى ذَٰلِكَ إِنْ أَرَادُوٓا۟ إِصْلَٰحًا ۚ وَلَهُنَّ مِثْلُ ٱلَّذِى عَلَيْهِنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Artinya: "Dan para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga kali quru'. Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahim mereka, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan para suami mereka lebih berhak kembali kepada mereka dalam (masa) itu, jika mereka menghendaki perbaikan. Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. Allah Maha Perkasa, Mahabijaksana" (QS. Al-Baqarah: 228).
Berdasarkan ayat tersebut, menunjukkan bahwa hukum masa iddah ini wajib dijalankan bagi setiap wanita yang diceraikan atau ditinggal mati suaminya.
Lantas, masa iddah berapa lama? Apakah laki-laki ada ‘iddah? Dan bagaimana ketentuannya? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Parboaboa telah merangkum dari berbagai sumber tentang ‘iddah.
Dalam buku Fiqih Wanita karangan Muhammad Fuad, pengertian massa iddah adalah penantian (masa menunggu) yang harus (wajib) dilakukan seorang wanita, atau wali anak perempuan yang masih kecil, ketika kehilangan janji perkawinan.
Dalam buku Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq, masa iddah adalah masa-masa bagi seorang perempuan menunggu dan mencegah dirinya dari menikah setelah wafatnya sang suami atau setelah cerai. Masa iddah adalah seorang istri yang putus perkawinannya dari suaminya, baik putus karena perceraian, kematian, maupun atas keputusan pengadilan.
Masa iddah artinya hanya berlaku bagi istri yang sudah melakukan hubungan suami istri. Sedangkan yang belum melakukan hubungan suami istri tidak mempunyai masa iddah. Dalam agama Islam, seorang wanita yang sedang dalam masa iddah sudah ditentukan larangan-larangan atau ketentuan yang harus dilakukan.
Masa ‘iddah berasal dari bahasa Arab Al-‘iddah, yang artinya al-hisab dan al-ihsha, yaitu bilangan dan hitungan. Disebut sebagai ‘iddah karena dianggap mencakup bilangan hari yang pada umumnya dihitung oleh istri dengan quru’ (suci dari haidh atau haidh) dengan bilangan beberapa bulan.
Dikalangan ulama fiqh ada berbagai kitab yang berpendapat tentang pengertian masa iddah, di antaranya adalah:
Dalam Kitab Al-Wajiz, masa iddah adalah masa menunggu bagi seorang perempuan untuk mengetahui adakanya kehamilan atau tidak, setelah cerai atau kematian suami, baik dengan lahirnya anak, dengan quru’ atau dengan hitungan bilangan beberapa bulan.
Sementara, dari Kitab Mausu’ah Fiqhiyyah, iddah berarti saat menunggu bagi perempuan untuk mengetahui kekosongan rahimnya untuk memastikan bahwa dia tidak hamil atau karena ta’abbud atau untuk menghilangkan rasa sedih atas kepergian suami.
Waktu massa iddah untuk setiap perempuan memiliki perbedaan, tergantung kondisi dan talak yang telah diterima. Pada masa iddah masih ada sejumlah hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak, baik suami maupun istri.
Syekh Abu Syuja dalam al-Ghâyah wa al-Taqrîb mengatakan "Perempuan yang beridah dari talak raj‘i (bisa dirujuk), wajib diberi tempat tinggal dan nafkah.
Sedangkan perempuan yang ditalak ba’in, wajib diberi tempat tinggal tanpa nafkah kecuali sedang hamil.
Kemudian perempuan yang ditinggal wafat suaminya wajib ber-ihdad, dalam arti tidak berdandan dan tidak menggunakan wewangian.
Selain itu, perempuan yang ditinggal wafat suaminya dan putus dari pernikahan wajib menetap di rumah kecuali karena kebutuhan,” (Al-Ghâyah wa al-Taqrîb, terbitan Alam al-Kutub, hal. 35).
Dalam buku Pintar Fikih Wanita oleh Abdul Qadir Manshur, masa iddah adalah terbagi menjadi dua yaitu:
Masa iddah cerai hidup ini juga dibagi menjadi dua kategori yang memiliki hukumnya sendiri:
a. Perempuan yang diceraikan dan belum disetubuhi. Hukumnya adalah ia tidak wajib menjalani masa iddah. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS.Al-Azhab ayat 49:
يَٰٓأَيُّهَاٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا نَكَحْتُمُ ٱلْمُؤْمِنَٰتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِن قَبْلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا ۖ فَمَتِّعُوهُنَّ وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا
Arab-Latin: Yā ayyuhallażīna āmanū iżā nakaḥtumul-mu`mināti ṡumma ṭallaqtumụhunna ming qabli an tamassụhunna fa mā lakum 'alaihinna min 'iddatin ta'taddụnahā, fa matti'ụhunna wa sarriḥụhunna sarāḥan jamīlā.
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu menikahi perempuan-perempuan mukmin, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka tidak ada masa iddah atas mereka yang perlu kamu perhitungkan. Namun berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya."
b. Perempuan yang sudah diceraikan dan sudah disetubuhi. Apabila perempuan itu hamil, maka masa iddahnya adalah sampai ia melahirkan kandungannya. Allah berfirman dalam QS.At-Thalaq ayat 4:
وَٱلَّٰٓـِٔى يَئِسْنَ مِنَ ٱلْمَحِيضِ مِن نِّسَآئِكُمْ إِنِ ٱرْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَٰثَةُ أَشْهُرٍ وَٱلَّٰٓـِٔى لَمْ يَحِضْنَ ۚ وَأُو۟لَٰتُ ٱلْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَن يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مِنْ أَمْرِهِۦ يُسْرًا
Arab-Latin: Wal-lā`i ya`isna minal-maḥīḍi min nisā`ikum inirtabtum fa 'iddatuhunna ṡalāṡatu asy-huriw wal-lā`i lam yahiḍn, wa ulātul-aḥmāli ajaluhunna ay yaḍa'na ḥamlahunn, wa may yattaqillāha yaj'al lahụ min amrihī yusrā.
Artinya: Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya."
Masa iddah suami meninggal juga memiliki beberapa kategori hukum, yaitu:
a. Perempuan tidak dalam keadaan hamil. Dalam kondisi ini, maka masa iddahnya adalah empat bulan sepuluh hari. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS.Al-Baqarah ayat 234:
"Dan orang-orang yang mati di antara kamu serta meninggalkan istri-istri hendaklah mereka (istri-istri) menunggu empat bulan sepuluh hari. ..."
b. Perempuan yang sedang dalam keadaan hamil. Masa iddahnya adalah sampai ia melahirkan kandungannya. Seperti firman Allah dalam QS.At-Thalaq ayat4:
"...sedangkan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya."
Setiap perempuan memiliki waktu masa ‘iddah adalah yang berbeda-beda. Masa iddah talak 1 wanita yang ditalak oleh suaminya masih memiliki kesempatan untuk rujuk kembali. Berbeda dengan wanita yang ditalak 3 atau ditinggal wafat oleh suaminya.
Umumnya, masa iddah wanita harus menjalani selama 4 bulan 10 hari dan tidak boleh kurang atau lebih. Selama ‘iddah, wanita juga tidak boleh keluar rumah kecuali ada kepentingan seperti bekerja atau memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pensyari’atan ‘iddah terdapat dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Ummu ‘Athiyah rahiyallahu a’nha:
Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Seorang wanita tidak boleh berkabung atas mayit lebih dari tiga hari, kecuali atas suaminya, yaitu (ia boleh berkabung) selama empat bulan sepuluh hari.” (HR. Bukhari –Muslim)
Jadi, selama masa iddah seorang wanita dilarang keras untuk menikah atau menerima lamaran dari pria lain. Jika hal tersebut dilanggar, maka wanita tersebut akan menerima akibat melanggar masa iddah itu , seperti ketika menikah lagi maka pernikahannya dianggap tidak sah.
Berikut ini merupakan hak perempuan ketika menjalani ‘iddah. Adapun hak masa iddah adalah sebagai berikut:
Harta yang diberikan oleh seorang laki-laki kepada istri yang telah diceraikannya disebut mut'ah. Mut'ah dapat berupa kain, baju, nafkah, pelayanan, atau hal-hal lainnya. Jumlah tunjangan harta tersebut dapat bervariasi tergantung pada kondisi ekonomi suami.
Harta tersebut merupakan kewajiban yang harus diberikan kepada setiap wanita yang diceraikan, sesuai dengan firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 241:
"Bagi wanita-wanita yang diceraikan hendaklah diberikan tunjangan secara wajar oleh suaminya. Ini adalah suatu kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 241)
Hak yang diterima oleh istri yang diceraikan dalam bentuk talak raj'i adalah penuh, sesuai dengan apa yang berlaku sebelum perceraian, termasuk dalam hal perbelanjaan untuk kebutuhan makanan, pakaian, dan tempat tinggal.
Istri yang menceraikan suaminya dalam bentuk thalaq bain (baik bain sughra atau bain qubra) dan sedang hamil memiliki hak atas nafkah dan tempat tinggal, sesuai dengan yang dijelaskan oleh Amir Syarifuddin dalam bukunya yang berjudul Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Dalam hal ini, para ulama sepakat bahwa istri berhak atas hak tersebut.
Firman Allah dalam surat at-Thalaq: 6:
"Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya." (Q.S at-Thalaq: 6).
Hadhanah adalah kewajiban untuk merawat dan mendidik seseorang yang belum mencapai usia kematangan (belum mumayyiz) atau yang kehilangan kemampuan berpikirnya, karena mereka belum dapat memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Dalam arti yang lebih lengkap, hadhanah merujuk pada pemeliharaan anak yang masih kecil setelah terjadinya perceraian.
Dasar hukumnya mengikuti perintah umum Allah untuk memberikan pembiayaan bagi anak-anak dan istri dalam firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 233:
"...adalah kewajiban ayah untuk memberi nafkah dan pakaian untuk anak dan istrinya..." (Al-Baqarah: 233).
Dalam buku Pedoman Hidup Harian Seorang Muslim karya Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jazairy, dijelaskan kewajiban seorang wanita yang sedang menjalani masa ‘iddah adalah meliputi menjauhi segala yang mengarah kepada hubungan seksual, tidak mengenakan pakaian yang menarik perhatian orang lain, dan tidak boleh keluar rumah.
Selain itu, wanita tersebut dilarang menerima pinangan (khitbah) dan dilarang menikah selama ‘masa iddah. Hal ini bertujuan untuk memastikan kebersihan rahim seorang wanita, sehingga tidak terjadi campur aduk antara keturunan mantan suami dengan orang lain.
Berikut ini larangan dalam masa iddah adalah sebagai berikut :
Perempuan yang sedang menjalani masa ‘iddah, baik karena perceraian, fasakh, atau kematian suami, tidak boleh menikah dengan laki-laki selain dengan laki-laki yang meninggalkan atau menceraikannya.
Jika menikah, pernikahannya dianggap tidak sah. Selain itu, laki-laki yang meminang perempuan yang sedang dalam masa iddah dengan sindiran juga tidak diperbolehkan (haram).
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat at-Thalaq ayat 1 yang menjelaskan bahwa perempuan yang sedang dalam masa ‘iddah tidak diperbolehkan meninggalkan rumah tempat tinggal bersama suaminya sebelum bercerai, kecuali jika ada keperluan mendesak. Suami juga tidak boleh memaksa perempuan untuk meninggalkan rumah, kecuali jika istri telah melakukan perbuatan terlarang seperti zina.
Perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya harus melakukan ihdad selama ‘masa iddah-nya. Ihdad mengacu pada tindakan tidak menggunakan perhiasan, wangi-wangian, pakaian mencolok, pacar, dan celak mata.
Bagi wanita muslim, hikmah masa iddah adalah sebagai berikut:
Sesungguhnya wanita muslim yang bercerai dari suaminya, apakah sebab cerai hidup atau ditinggal mati, di sanalah aka nada tenggang waktu yang harus dijalani dan laluinya sebelum akhirnya memutuskan untuk menikah lagi.
Melansir dari buku Kupas Habis Masa Iddah Wanita karya Vivi Kurniawati, berbeda halnya dengan kewajiban ‘iddah bagi wanita. Pada laki-laki tidak ada kewajiban ‘iddah baginya, sehingga ketika dia berpisah dengan istrinya diperbolehkan untuk menikah lagi tanpa harus menunggu dalam masa tertentu.
Sesuai dengan As-Sunnah, Nabi Muhammad SAW memberikan waktu tentang masa ‘iddah, umumnya, harus dijalani selama 4 bulan 10 hari dan tidak boleh kurang atau lebih.
Hukum ‘Iddah adalah wajib, sesuai dengan kesepakatan ulama dan tidak ada satupun dari para ulama yang mengingkari hal tersebut. Kewajiban ‘iddah juga berdasarkan ucapakan Rasulullah SAW kepada Fatimah binti Qais: “Ber’iddahlah kamu di rumah Ibu Ummi Maktum.”
Jadi jika seorang wanita melanggar masa iddah, maka dia tidak mendapatkan manfaat ber’iddah sebagaimana yang digambarkan di atas, maka berdosalah dia bila telah mengetahui dan sengaja melanggarnya.
Editor : Lamsari Gulo
Tag : #rukun nikah #masa iddah #islam #masa iddah berapa lama #masa iddah wanita #masa iddah laki-laki