PARBOABOA, Jakarta - Di awal tahun 2024, Indonesia menghadapi tantangan kesehatan yang cukup serius, yaitu munculnya kasus mpox.
Dalam kurun waktu Januari hingga April, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan bahwa terdapat 14 kasus mpox yang terkonfirmasi.
Sementara itu, di bulan Juni, sebuah kasus baru ditemukan, di mana seorang pasien terinfeksi mpox atau yang lebih dikenal cacar monyet.
Plt Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Yudhi Pramono dalam konferensi pers, Minggu (18/8/2024) mengatakan, pasien tersebut sedang menjalani isolasi mandiri dan dalam proses pemulihan.
Dari hasil analisis yang dilakukan, diketahui bahwa pasien ini terinfeksi varian mpox dari clade 2b, yang dianggap kurang berbahaya dibandingkan dengan clade 1b.
Adapun Clade 1b dikenal sebagai varian yang paling berisiko.
Kasus mpox di Indonesia sebenarnya bukanlah hal yang baru. Pada tahun 2023, jumlah kasus yang dilaporkan mencapai 73, sebuah lonjakan yang signifikan jika dibandingkan dengan hanya satu kasus yang tercatat pada tahun 2022.
Dengan adanya penambahan kasus yang terjadi pada tahun 2024, total kasus mpox yang telah dikonfirmasi oleh otoritas kesehatan dalam kurun waktu 2022 hingga 2024 mencapai 88 kasus.
Dari total kasus tersebut, 87 pasien telah dinyatakan sembuh, sementara satu pasien masih dalam proses penyembuhan.
Puncak penyebaran mpox di Indonesia terjadi pada bulan Oktober 2023. Pada saat itu, jumlah kasus melonjak tajam, memaksa pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah cepat dan tegas.
Salah satu upaya yang dilakukan saat itu adalah vaksinasi di beberapa daerah terdampak sehingga berhasil menurunkan kasus secara signifikan.
Kasus-kasus mpox yang muncul ini tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Jakarta mencatat jumlah kasus tertinggi dengan 59 kasus, disusul oleh Jawa Barat dengan 13 kasus, Banten dengan 9 kasus, serta masing-masing 3 kasus di Jawa Timur dan Yogyakarta. Sementara itu, Kepulauan Riau mencatat satu kasus.
Gejala awal mpox sering kali muncul secara tiba-tiba dengan tanda-tanda yang mirip dengan penyakit lain, seperti demam, sakit kepala, pembengkakan kelenjar getah bening, nyeri punggung dan nyeri otot.
Pada tahap ini, seseorang mungkin merasa lemah dan tidak nyaman, tanpa menyadari bahwa tubuhnya sedang bersiap menghadapi tahap berikutnya yang lebih jelas terlihat.
Setelah demam mulai mereda, ruam khas mpox mulai muncul, biasanya dimulai dari wajah. Perlahan menyebar ke bagian tubuh lainnya, terutama di telapak tangan dan telapak kaki.
Ruam ini sering kali sangat gatal atau menyakitkan, memberikan rasa tidak nyaman yang cukup besar bagi penderita.
Seiring waktu, ruam akan berubah, dari bintik-bintik merah menjadi benjolan kecil yang berisi cairan, sebelum akhirnya membentuk keropeng.
Keropeng ini lambat laun akan rontok, menandakan bahwa proses penyembuhan sedang berlangsung. Namun, meskipun ruam telah menghilang, bekas luka atau jaringan parut bisa saja tertinggal, terutama jika lesi-lesi tersebut cukup parah.
Infeksi mpox biasanya sembuh dengan sendirinya dalam rentang waktu 14 hingga 21 hari. Namun, dalam kasus yang lebih serius, lesi bisa menyebar ke seluruh tubuh, menyerang area-area sensitif seperti mulut, mata dan alat kelamin.
Mpox adalah penyakit yang menyebar dengan cara yang relatif mudah, terutama melalui kontak dekat antara individu.
Saat seseorang yang terinfeksi bersentuhan dengan orang lain, baik itu melalui hubungan seksual, kontak kulit ke kulit atau bahkan saat berbicara atau bernapas dalam jarak dekat, virus mpox dapat dengan cepat berpindah dari satu orang ke orang berikutnya.
Virus ini mencari jalan masuk ke dalam tubuh melalui berbagai celah yang ada. Luka kecil di kulit, yang mungkin tidak disadari, bisa menjadi gerbang bagi virus ini.
Selain itu, virus juga dapat masuk melalui saluran pernapasan, atau melalui mata, hidung dan mulut.
Tidak hanya kontak langsung dengan orang yang terinfeksi, penularan mpox juga bisa terjadi melalui benda-benda yang telah terkontaminasi virus.
Seprai, pakaian, atau handuk yang digunakan oleh orang yang terinfeksi dapat menjadi sumber penularan jika disentuh oleh orang lain. Virus ini dapat bertahan di permukaan benda-benda tersebut, menunggu kesempatan untuk berpindah ke inang baru.
Setiap interaksi dan sentuhan memiliki potensi risiko, sehingga menjaga jarak, kebersihan, dan kewaspadaan sangat penting dalam mencegah penyebaran mpox.
Dalam situasi di mana virus dapat dengan mudah menyebar melalui kontak fisik dan benda-benda yang terkontaminasi, kesadaran dan kehati-hatian menjadi kunci untuk melindungi diri dan orang-orang di sekitar kita.
MPOX
Penyakit mpox yang disebabkan oleh virus cacar monyet, berasal dari kelompok virus yang sama dengan virus cacar yang telah lama dikenal manusia.
Awalnya, virus ini ditularkan dari hewan ke manusia, terutama di daerah-daerah terpencil dengan hutan hujan tropis, seperti di Republik Demokratik Kongo. Namun, seiring berjalannya waktu, virus ini mulai menular antar manusia.
Di desa-desa terpencil di Kongo, mpox menjadi ancaman nyata bagi penduduknya. Setiap tahunnya, ribuan kasus dilaporkan dengan ratusan kematian, terutama di kalangan anak-anak di bawah usia 15 tahun.
Kondisi ini membuat penyakit ini menjadi momok di wilayah tersebut, terutama di tengah fasilitas kesehatan dan akses terhadap pengobatan sangat terbatas.
Virus cacar monyet terbagi menjadi dua tipe utama, yaitu Clade 1 dan Clade 2. Clade 2, yang relatif lebih ringan, menjadi penyebab darurat kesehatan global yang ditetapkan pada tahun 2022.
Penyakit ini menyebar hampir ke 100 negara yang biasanya tidak terjangkit virus ini, termasuk beberapa negara di Eropa dan Asia.
Di Kongo wabah kali ini didominasi oleh Clade 1, yang jauh lebih mematikan. Pada wabah sebelumnya, varian ini telah membunuh hingga 10% orang yang terkena cacar monyet.
Sekitar September tahun lalu, terjadi perubahan pada virus cacar monyet. Mutasi tersebut menghasilkan cabang baru, yang dikenal sebagai Clade 1b, dan menyebar dengan sangat cepat. Varian baru ini telah dilabeli sebagai yang paling berbahaya oleh para ilmuwan, mengingat dampaknya yang mematikan.
Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Afrika melaporkan bahwa antara awal tahun 2024 hingga akhir Juli, terdapat lebih dari 14.500 infeksi mpox dan lebih dari 450 kematian akibat penyakit ini.
Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 160% dalam jumlah infeksi dan peningkatan 19% dalam jumlah kematian dibandingkan periode yang sama pada tahun 2023.
Meskipun 96% kasus mpox terjadi di Kongo, penyakit ini telah menyebar ke negara-negara tetangga seperti Burundi, Kenya, Rwanda, dan Uganda, di mana sebelumnya mpox tidak endemik.
Para ahli memperingatkan bahwa varian baru ini mungkin lebih mudah menyebar, menyebabkan penyakit yang lebih serius, dan meningkatkan jumlah kematian, terutama di kalangan anak-anak dan orang dewasa.
Penyebaran yang semakin meluas tanpa adanya akses yang memadai terhadap vaksin dan pengobatan dapat mengancam lebih banyak nyawa dan mempersulit upaya pengendaliannya di masa depan.
Upaya Pemerintah Indonesia
Yudhi Pramono mengungkapkan, untuk mencegah mpox pemerintah Indonesia berencana memperketat pengawasan terhadap pelaku perjalanan, terutama mereka yang datang dari negara-negara yang terjangkit.
Pengawasan ini akan dilakukan dengan mengadaptasi pedoman dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Di setiap pintu masuk bandara, pemerintah telah menyiapkan thermal scanner dan melakukan pengamatan visual untuk mendeteksi gejala mpox, terutama bagi pelaku perjalanan dari negara-negara yang tengah dilanda wabah tersebut.
Selain itu, Kemenkes juga telah mengerahkan 12 laboratorium kesehatan di berbagai wilayah Indonesia untuk melakukan pemeriksaan mpox.
Sebanyak 2.200 alat tes telah disiapkan dan didistribusikan ke delapan wilayah, mulai dari Sumatra hingga Papua, sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat pengawasan dan penemuan kasus. Upaya ini juga mencakup penyelidikan epidemiologi yang melibatkan komunitas serta mitra HIV/AIDS.
Untuk mendukung penanganan lebih lanjut, pemerintah juga telah menyiapkan obat-obatan antivirus dan vaksin. Vaksinasi dilakukan dengan bantuan dari ASEAN, yang menyediakan sekitar 2.850 dosis vaksin mpox.
Selain itu, Indonesia juga telah membeli 1.600 dosis vaksin dari Denmark untuk melengkapi upaya pencegahan.
Sebagai informasi di luar Indonesia, situasi mpox juga semakin serius. Badan kesehatan masyarakat Swedia baru-baru ini, misalnya, melaporkan kasus pertama mpox dari jenis yang lebih berbahaya di luar benua Afrika di negara tersebut.
WHO mengingatkan negara-negara lain untuk bertindak transparan seperti yang dilakukan Swedia, mengingat kemungkinan besar akan ada lebih banyak kasus impor Clade 1 di Eropa dan negara-negara lain dalam beberapa minggu mendatang.
WHO berharap bahwa deklarasi terbarunya mengenai mpox sebagai keadaan darurat kesehatan masyarakat global menjadi perhatian internasional untuk tetap waspada dan memberi dukungan untuk daerah-daerah yang paling terdampak.
Editor: Gregorius Agung