PARBOABOA, Jakarta - Tragedi kemanusiaan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur 2 Oktober 2022 telah 1 tahun berlalu.
Tragedi yang menewaskan 135 orang itu hanya menyisakan duka mendalam, tanpa adanya upaya penyelesaian yang komprehensif dari pihak-pihak yang bertanggung jawab.
Bahkan, induk olahraga sepakbola, PSSI pun tak kunjung menyelesaikan luka kelam di dunia sepakbola Indonesia dan internasional itu.
"Sampai saat ini belum bisa menyelesaikan masalah sepak bola di Indonesia. Ini luka sepakbola internasional, ratusan orang meninggal yang diakibatkan oleh gas air mata yang ditembakkan oknum kepolisian, belum ada penyelesaian sampai saat ini," kata pengamat olahraga, Effendi Gazali saat dimintai tanggapan PARBOABOA terkait 1 tahun Tragedi Kanjuruhan, Senin (02/10/2023).
Effendi menilai, seharusnya Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) bisa menelusuri lebih dalam asal usul kerusuhan yang terjadi, sehingga oknum pelaku bisa dihukum sangat berat.
"Dibuatkannya TGPF seharusnya bisa menyelesaikan masalah ini dengan ditemukan berbagai bukti, bukan malah tidur nyenyak," kesalnya.
Ia pun mendesak aparat keamanan bertanggung jawab karena hal ini terjadi akibat tembakan gas air mata di lapangan.
"Ini terjadi akibat oknum kepolisian yang menembakkan gas air mata kepada penonton dengan sengaja yang sudah jelas hal itu dilarang. Ditambah lagi pintu stadion dikunci. Ya ini diibaratkan seperti di dalam neraka mau keluar tidak bisa, mau kembali lagi ke stadion ada gas air mata," kata Effendi Gazali mengingat peristiwa yang juga membuat ratusan orang luka itu.
Ia menyarankan Komnas HAM untuk menyelesaikan kejahatan kemanusiaan ini. Effendi juga mengingatkan Ketua Umum PSSI, Erick Thohir agar ada batasan-batasan tertentu yang bisa dilakukan Kepolisian.
"Utamanya untuk mengamankan pertandingan," kata dia.
Effendi Gazali pun berharap Tragedi Kanjuruhan tidak terjadi lagi di dunia sepak bola nasional dan internasional.
"Jangan sampai terjadi lagi kedepannya terjadi lagi tragedi kemanusiaaan, karena hal ini sudah jelas mencederai dunia sepak bola," imbuhnya.
Hingga saat ini, seluruh keluarga korban Tragedi Kemanusiaan Kanjuruhan Malang masih mencari keadilan untuk menghukum seadil-adilnya tersangka. Pihak keluarga menganggap hukuman yang diberikan kepada tersangka terlalu ringan dan tak adanya keadilan.
Apalagi hasil penyelidikan Komnas HAM menyebutkan, gas air mata menjadi penyebab utama tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur.
Namun, tersangka yang bertanggung jawab terhadap kerusuhan dan menembakkan gas air mata tidak mendapat hukuman yang setimpal, meski beberapa telah dicopot dari jabatannya.
Bahkan, dari 6 tersangka yang telah ditetapkan, Direktur Utama PT Liga Indonesia satu Akhmad Hadian Lukita dibebaskan karena tidak cukup bukti. Kemudian tersangka lain seperti Kasat Samapta Polres Malang Bambang Sidik Achmadi dan Kabagops Polres Malang Wahyu Setyo Pranoto dibebaskan oleh pengadilan tingkat pertama. Sedangkan Danki III Brimob Polda Jawa Timur, Hasdarman dan Ketua pelaksana Arema FC, Abdul Haris dihukum 1 tahun 6 bulan dan Security Officer Suko Sutrisno dihukum 1 tahun penjara.
Namun,pada Rabu, 23 Agustus 2023, Mahkamah Agung (MA) membatalkan vonis bebas terhadap Wahyu Setyo Pranoto dan Bambang Sidik Achmadi dengan menjatuhkan vonis 2 tahun 6 bulan kepada Wahyu Setyo Pranoto dan 2 tahun penjara kepada Bambang Sidik Achmadi.
PARBOABOA berusaha menghubungi Koordinator Subkomisi Penegakkan HAM di Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing dan Ketua Umum PSSI Erick Thohir melalui sambungan telepon. Namun yang bersangkutan enggan merespons panggilan PARBOABOA.