PARBOABOA, Jakarta- Untuk mengantisipasi kekerasan di lingkungan anak-anak, orang tua harus dibekali pendidikan parenting.
Pendidikan parenting merupakan pendidikan yang memperkenalkan pola pengasuhan anak dengan penuh kasih sayang.
Persoalan pendidikan parenting ini disinggung oleh Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati.
Ai Maryati mengatakan, saat ini, sebanyak 77 persen orang tua di Indonesia tidak pernah mengikuti pendidikan parenting.
Dari angka di atas, terlihat ada kesenjangan di kalangan para orang tua untuk mendidik anak-anak dengan penuh tanggung jawab dan rasa kasih sayang.
"Sangat mengkhwatirkan, angka sebesar itu menunjukkan ada kesenjangan dalam persiapan orang tua menghadapi peran penting mereka," kata Ai Maryati dalam diskusi bertajuk Negara Hadir Atasi Darurat Kekerasan Anak yang digelar secara daring di Jakarta, Senin (13/11/2023).
Inspektur Jendral Kemendikbudristek, Cahtarina Maulina, mengungkapkan hal yang sama. Melalui pendidikan parenting, orang tua sebenarnya bisa memberikan contoh baik lewat pola pengasuhan.
"Sekurang-kurangnya orang tua dapat memberikan contoh kepada anak sejak dini untuk menghargai diri sendiri dan orang lain, serta tidak boleh melakukan kekerasan," jelas Cahtarina.
Namun demikian, ia mengatakan, saat ini pendidikan parenting membutuhkan upaya yang serius mengingat komplesitas persoalan yang dihadapi oleh para orang tua.
Masalah ekonomi, minimnya pengetahuan pola pengasuhan serta tingkat perceraian yang tinggi membuat pendidikan parenting sulit diakses.
Peran Sekolah
Cahtarina Maulina menambahkan, selain orang tua, tugas guru di sekolah juga amat menentukan kedekatan anak-anak dengan kekerasan.
Peran sekolah telah diatur secara khusus dalam peraturan Kemendikbudristek Nomor 46 tahun 2023, tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan sekolah.
Lewat permendikburistek ini, dibentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP).
Namun, ini bisa berjalan dengan baik hanya kalau perbedaan pandangan dan budaya bisa diatasi, dan guru-guru didukung penuh agar bisa mengubah cara berpikirnya.
Data Badan Pusat Staistik (BPS) 2018 memang menunjukkan ada tren penurunan kekerasan terhadap anak, namun secara keseluruhan jumlahnya hingga saat ini masih mencapai puluhan juta.
Penyebab kekerasan itu karena beberapa faktor, seperti orang tua yang tidak punya cukup bekal kemampuan mengasuh, kemiskinan dan ketidakadilan sosial.
Paling tinggi, kekerasan terjadi pada 2022 saat covid sedang tingi-tingginya di Indonesia.
Hal ini terjadi karena, selama pembelajaran jarak jauh, orang tua terpaksa menjadi guru bagi anak-anaknya sehingga menambah beban pekerjaan.