PARBOABOA, Jakarta - Tata kelola bantuan sosial (Bansos) mendapat kritikan keras dari capres 01, Anies Baswedan dan capres 03, Ganjar Pranowo dalam debat terakhir capres, Minggu (4/2/2024).
Kedua capres sepakat, pola pemberian bantuan sosial oleh pemerintah belakangan ini tidak sesuai dengan aturan melainkan lebih kental unsur politisnya.
Anies misalnya, ia menyentil motif pemberian bansos yang tidak beres saat menjawab pertanyaan Ganjar Pranowo yang meminta padangannya terkait validasi data bansos yang tidak akurat dan sering diklaim sebagai bantuan dari kelompok tertentu.
"Bagaimana tata kelola bansos agar, satu tidak saling klaim, dua bisa tepat sasaran, tiga tidak menimbulkan kecemburuan-kecemburuan sehingga inilah suatu harapan yang betul-betul bisa diterima oleh rakyat," tanya Ganjar ke Anies.
Menjawab Ganjar, mantan gubernur DKI Jakarta itu mengatakan, bansos sejatinya merupakan bantuan sosial untuk si penerima bukan untuk si pemberi. Karena mengacu pada kebutuhan si penerima, maka bansos diberikan sesuai jadwal dan kapan dibutuhkan oleh si penerima.
Ia melihat ada semacam keterpaksaan pemberian bantuan sosial belakangan ini untuk kepentingan politik menjelang pemilihan umum (pemilu) oleh kelompok-kelompok yang punya kepentingan.
"Karenanya, dia diberikan sesuai dengan kebutuhan si penerima. Kalau penerimanya membutuhkan bulan ini, ya diberikan bulan ini, kalau dibutuhkan 3 bulan lagi ya 3 bulan lagi tidak usah dirapel semuanya. Itulah yang disebut sebagai bansos tanpa pamrih," jawab Anies Baswedan.
Ia menambahakan, pemberian bansos harus tepat sasaran, melewati pendataan yang akurat serta melalui mekanisme dan jalur birokrasi.
"Bukan dibagikan di pinggir jalan tetapi dibagikan langsung di lokasi menggunakan jalur birokrasi," tegas Anies.
Anies tak menolak bansos tetapi menegaskan, pemberian dan peruntukannya harus bebas dari kepentingan politik. Sebagai bagian agenda perubahan, pihaknya akan tetap mempertahan bansos tetapi dengan format baru, yaitu bansos plus.
Bansos plus nantinya kata Anies akan diberikan kepada mereka yang membutuhkan, terutama kalangan rentan sehingga mereka dapat mencapai kemandirian ekonomi.
Anies mengklaim, hal itu pernah ia lakukan sewaktu menjadi gubernur DKI Jakarta. "Ketika saya bertugas di Jakarta semua paket bansos di kardusnya diberikan label, dibiayai APBD DKI Jakarta bukan dari gubernur dari uang rakyat lewat APBD DKI Jakarta."
Capres Ganjar yang semula bertanya, menyatakan persetujuannya dengan jawaban Anies Baswedan. "Terima kasih, ya kalau ini pasti setuju dong. Karena proses logic thingking nya datanya harus diperbaiki," respons Ganjar Pranowo.
Sama seperti Anies, Ganjar juga mengklaim hal itu pernah ia lakukan sewaktu menjadi gubernur Jawa Tengah (Jateng). Tak hanya itu, menurut Ganjar bansos yang diberikan selama ini hanya menurunkan sedikit kemiskinan tetapi tidak menurunkan gab atau kesenjangan di tengah-tengah masyarakat.
Lantas ia berjanji akan mengubah paradigma bansos apabila terpilih menjadi presiden. Bahwa, bansos adalah tetap menjadi hak rakyat tetapi tugas negara benar-benar memastikan pemberiannya tepat waktu dan tepat sasaran.
"Dan kami berusul bantuannya ganti aja deh karena tugas negara itu menciptakan keadilan sosial bukan menciptakan bantuan sosial."
Anies lalu merespons dengan meminta Ganjar memikirkan skema baru pemberian bantuan sosial. Ia mengatakan, bansos di satu sisi memang benar meringankan masyarakat tetapi di sisi lain potensi korupsinya besar karena penyalurannya melibatkan perusahaan-perusahaan raksasa yang berorientasi profit.
"Terima kasih Pak Ganjar dan yang dibutuhkan juga pak Ganjar kita harus mulai memikirkan opsi bahwa bantuan itu bisa berbentuk cash transfer mengurangi potensi korupsi dalam pengadaan barang," kata Anies.
"Karena kita tahu pengadaan bantuan sosial itu pada satu sisi memang membantu sisi lain ini memberikan usaha justru pada usaha-usaha raksasa dan menurut saya ini salah satu yang perlu kita pertimbangkan Pak Ganjar." tambahnya.
Isu politisasi bansos
Isu politisasi bansos sebelumnya diungkap oleh beberapa pihak. Salah satunya disebut oleh Institut for Development of Economics and Finance (Indef).
Wakil Direktur Indef, Eko Listiyanto mengatakan bansos jadi komoditas politik karena disalurkan lebih cepat persis menjelang pemilu.
Lebih aneh kata Eko, pemerintah berdalih penyaluarannya lebih awal karena efek El Nino dan dan kenaikan harga komoditas pangan. Padahal dua faktor tersebut tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap inflasi.
Dalam catatan Indef, diawal tahun 2024 inflasi hanya sebesar 0,04 mtm sehingga harga komoditas pangan cenderung stabil. Dengan demikian bansos belum terlalu mendesak untuk disalurkan.
Hal lain adalah ada kenaikan anggaran bansos awal tahun dibandingkan tahun 2023 lalu. Kenaikannya berkisar 12% dari Rp 476 trlilun tahun 2023 menjadi Rp 496 triliun awal tahun ini.
Dua hal di atas menurut Indef membuat penyaluran bansos lebih bermuatan politik ketimbang meringankan beban ekonomi masyarakat.
Untuk diketahui, sumber bansos sendiri berasal dari APBN yang telah dianggarkan setelah melalui kesepakatan dengan sejumlah fraksi partai politik dan DPR di senayan.
Sedianya untuk tahun ini, bansos dicairkan pada bulan Januari dan Maret. Namun karena sejumlah pertimbangan, Presiden Jokowi memilih menyalurkan di bulan Februari bertepatan dengan pelaksanaan pemilu.