parboaboa

Maraknya Kasus Bunuh Diri Guru di Korsel Dipicu Beratnya Tuntutan Pekerjaan

Atikah Nurul Ummah | Pendidikan | 21-09-2023

Banyaknya kasus bunuh diri guru di Korea Selatan dipicu tekanan pekerjaan yang berat. (Foto: iStock/ Omer Serkhan Bakir)

PARBOABOA, Jakarta - Korea Selatan saat ini dihadapkan pada masalah serius terkait tekanan mental yang dialami oleh pendidik negara tersebut.

Masalah tersebut memunculkan unjuk rasa dan perbincangan di kalangan masyarakat tentang kondisi pendidikan dan pekerjaan di negara tersebut.

Sebelumnya, sebuah insiden tragis memicu perhatian masyarakat, di mana seorang guru wanita berusia 23 tahun ditemukan tewas bunuh diri dalam lemari kelas tempat dia mengajar pada 18 Juli 2023.

Kasus bunuh diri guru di Korea Selatan bukan yang pertama. Data statistik yang dirilis pemerintah pada Minggu (30/7/2023) menunjukkan bahwa sejak tahun 2018 hingga Juni 2023, telah tercatat 100 guru dari sekolah negeri di seluruh Korea Selatan yang melakukan bunuh diri.

Kejadian tersebut menyebabkan gelombang unjuk rasa dan solidaritas dari sekitar 150 ribu orang, termasuk masyarakat sipil dan pendidik lainnya, yang menuntut perubahan.

Diketahui, guru tersebut sebelum mengakhiri hidupnya, menghadapi tekanan yang tidak tertahankan di sekolahnya berupa teror yang terus-menerus dari orang tua murid.

Salah satu kasus yang mencuat ialah berupa aduan dan teror yang dia terima setelah salah satu muridnya melukai temannya dengan pensil.

Tuduhan Kekerasan Anak dan Kesulitan Pendidik Korsel

Perundungan di antara sesama murid merupakan masalah serius di Korea Selatan. Para guru yang berusaha memberikan hukuman kepada murid-murid yang terlibat dalam kekerasan sering kali dianggap melanggar UU Anti Kekerasan Anak yang dinilai ambigu.

Para guru berpendapat bahwa UU tersebut tidak memberikan panduan yang jelas dalam menangani situasi ini dan menyebabkan mereka rentan terhadap tuduhan kekerasan anak.

Selain itu, persaingan kompetitif di antara siswa untuk masuk ke universitas terbaik menjadi beban tambahan.

Siswa diharuskan mengikuti les selepas pulang sekolah, menciptakan tekanan lebih lanjut pada mereka.

Profesor Kim Bong-jae dari Universitas Nasional Seoul mengaitkan masalah ini dengan meningkatnya ketidaksetaraan di masyarakat.

Dia mengamati bahwa, meskipun Korea Selatan dahulu memiliki budaya penghormatan terhadap guru, perkembangan ekonomi yang pesat telah mengubah persepsi orang tua terhadap profesi guru.

Sementara itu, asil survei pada tahun 2023 menunjukkan bahwa hanya 24 persen guru yang merasa puas dengan pekerjaan mereka, sedangkan 76 persen lainnya mengaku tidak puas.

Angka ini menurun drastis dibandingkan dengan survei pertama yang dilakukan pada tahun 2006, yaitu sebanyak 68 persen guru merasa puas.

Banyak guru di Korea Selatan bahkan telah mempertimbangkan untuk meninggalkan profesi pengajar dalam satu tahun terakhir, menunjukkan besarnya tekanan yang mereka hadapi.

Masalah ini telah memicu tuntutan agar pemerintah merevisi UU Anti Kekerasan Anak dan memberikan dukungan lebih lanjut kepada para guru.

Editor : Atikah Nurul Ummah

Tag : #korsel    #bunuh diri guru    #pendidikan    #tekanan mental    #bullying   

BACA JUGA

BERITA TERBARU