parboaboa

Pembuatan Perda Harus Berorientasi pada Kepentingan Publik, Bukan Pendekatan Kekuasaan

Putra Purba | Daerah | 06-09-2023

Kantor bagian hukum Setda Kota Pematang Siantar yang berada di lingkup balai kota. (Foto: PARBOABOA/Putra Purba)

PARBOABOA, Pematang Siantar - Pemerintah Kota Pematang Siantar, Sumatra Utara diingatkan untuk tidak membuat kebijakan publik, seperti peraturan daerah yang berorientasi pada pendekatan kekuasaan.

Hal itu, kata Pengamat Kebijakan Publik di Pematang Siantar, Kristian Silitonga, yang membuat berbagai produk hukum di tingkat daerah sejatinya belum sepenuhnya ditaati sebagai payung hukum.

Kristian mengingatkan, Pemko Pematang Siantar harusnya membuat kebijakan publik yang berorientasi kepentingan publik.

"Pembuatan kebijakan publik umumnya masih didasarkan pendekatan kekuasaan serta tidak berorientasi kepentingan dan kebutuhan masyarakat sehingga menghambat pembangunan daerah. Tak heran, banyaknya paket ekonomi pemerintah sebuah daerah belum berjalan efektif karena terhambat rumitnya aturan tersebut, sehingga penyaluran seperti pajak, retribusi, dan perizinan di daerah nampak tidak tepat sasaran," ungkapnya saat dikonfirmasi PARBOABOA, Rabu (6/9/2023).

Pernyataan Kristian tadi merujuk pada kondisi Pemko Pematang Siantar yang tengah melakukan harmonisasi pada dua rancangan peraturan daerah (raperda). Yaitu Raperda Rencana Tata Ruang dan Wilayah serta Raperda Pengutipan Pajak Retribusi dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Direktur Eksekutif Studi Otonomi Pembangunan Demokrasi ini juga mengakui, isu perizinan, pajak dan retribusi di daerah sering tumpang tindih dan menimbulkan ketidakpastian.

"Guna mengurangi lahirnya sebuah Perda bermasalah dengan cara optimalisasi jalur penyelesaian sengketa non-litigasi di Kementerian Hukum dan HAM. Jalur ini bisa menjadi pilihan tercepat dan efisien untuk menemukan win-win solution bagi seluruh pihak, karena penerapan Perda yang tidak efisien menjadi bukti penyusunan Perda minim konsultasi publik," jelas Kristian.

Ia juga mengingatkan di era globalisasi dan ketatnya kompetisi, Perda bermasalah akan memperburuk kemudahan berusaha bagi investor maupun pengusaha yang ingin memajukan Kota Pematang Siantar.

"Lemahnya pengawasan menjadi salah satu penyebab utama maraknya Perda bermasalah. Jika ini dapat diperbaiki, sebagian besar persoalan dapat diselesaikan. Di luar itu, Pemda harus sadar bahwa perda bermasalah hanya akan menghambat perkembangan wilayah. Ini yang harus diperhatikan setiap pemda, khususnya Pematang Siantar," imbuh Kristian Silitonga.

Sementara itu, Kepala Bagian (Kabag) Hukum di Setda Kota Pematang Siantar, Hamdani Lubis, membenarkan Raperda RTRW dan Raperda Pengutipan Pajak Retribusi dan PBB dalam tahap harmonisasi di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatra Utara.

"Sementara untuk Raperda Disabilitas dari Dinas Sosial belum masuk ke kami (bagian Hukum)," katanya saat dijumpai PARBOABOA di ruangannya, Rabu (6/9/2023).

Hamdani merinci, bagian hukum Setda Pematang Siantar telah menetapkan 4 Perda.

Pertama, Perda Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan (CSR).

"Perda ini sudah ditetapkan dan diundangkan di Kota Pematang Siantar, pada tanggal 21 April 2022 dan merupakan inisiatif DPRD Kota," ungkapnya.

Perda kedua, lanjut Hamdani, yaitu Perda Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Perubahan Atas Perda Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Pembentukan Perangkat Daerah. Perda ini sudah ditetapkan dan diundangkan pada 21 Juli 2022.

Kemudian, Perda ketiga yaitu Perda Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kota Pematang Siantar Tahun 2022-2025. Perda ini ditetapkan dan diundangkan pada 27 Juli 2022.

"Perda keempat, adalah Perda Nomor 4 Tahun 2022 Tentang Penyelenggaraan Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Penanganan Kawasan Kumuh. Perda ini sudah ditetapkan dan diundangkan pada 5 Agustus 2022," jelas Hamdani.

Ia mengimbau setiap organisasi perangkat daerah yang akan mengajukan regulasi harus menyesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat Pematang Siantar.

"Kita tampung dan mediasikan ke Kanwil Kemenkumham yang ada di Medan. Setelah surat rekomendasi diterima, kita serahkan ke Banmus (Badan Musyawarah) DPRD untuk masuk pembahasan apakah itu bisa diterapkan di Pemko (Pematang) Siantar. Memang prosesnya sangat panjang, belum bisa kita pastikan  dalam waktu dekat selesai," pungkas Hamdani Lubis.

Editor : Kurniati

Tag : #perda bermasalah    #pematang siantar    #daerah    #perda kepentingan publik    #raperda rtrw    #raperda pbb    #berita sumut   

BACA JUGA

BERITA TERBARU