parboaboa

Pemerintah Hanya Akui Warga Pulau Rempang saat Pemilu

Muazam | Nasional | 14-09-2023

Warga Pulau Rempang terlibat bentrokan dengan aparat gabungan TNI-Polri saat pematokan lahan pada 7 September 2023. (Foto: Walhi Riau)

PARBOABOA, Jakarta – Warga Melayu di kampung tua Pulau Rempang, Kecamatan Galang, Kota Batam, Kepulauan Riau menyesalkan sikap pemerintah yang hanya memperhatikan mereka hanya saat pemilihan umum (pemilu).

Selebihnya, kata Juru Bicara Kekerabatan Masyarakat Adat Tempatan (Keramat) Rempang Galang, Suardi, mereka tak dianggap.

Menurutnya, pemerintah dalam hal ini Badan Pengusahaan (BP) Batam tidak pernah memfasilitasi warga mengurus sertifikat hak milik tanah yang mereka ditempati secara turun-temurun.

Suardi mengatakan, pemerintah hanya membuatkan warga Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK).

"Kami sudah merasakan terzolimi sejak dulu, karena tugas pemerintah itu melayani rakyat dalam segala aspek," kesalnya dalam konferensi pers di Jakarta.

Suardi melanjutkan, pemerintah hanya hadir kala Pemilu dengan membuatkan tempat pemungutan suara (TPS) di 16 kampung tua Pulau Rempang.

"Tapi kami mengikuti pemilihan presiden, pemilihan wakil-wakil rakyat. Rakyat bahkan sangat antusias melakukan tugas-tugas sebagai rakyat yang harus memilih," tegasnya.

Sementara itu Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai sikap pemerintah tidak konsisten terhadap warga kampung tua Pulau Rempang.

Ketua Bidang Advokasi dan YLBHI Zainal Arifin mengatakan, pemerintah tak pernah mengakui tanah yang ditempati warga kampung tua Rempang sejak puluhan tahun sebagai hak milik.

Namun di sisi lain, lanjutnya, pemerintah mengakui pemukiman warga sebagai salah satu kampung tua yang ada di Kepulauan Riau.

"Bahkan warga diakui dengan adanya KK (kartu keluarga). Dan, saya yakin kalau Pemilu setiap lima tahun sekali juga ada TPS di situ. Artinya ada pengakuan-pengakuan secara administrasi," jelasnya.

"Tapi saat terjadi pembangunan yang melibatkan swasta, atas nama kepentingan nasional, mereka kemudian secara tiba-tiba dihilangkan penguasaan terhadap wilayah dan ruang hidupnya," sambung Zainal.

Menurutnya, sikap pemerintah itu sebagai ironi.

"Di satu sisi, pemerintah mengakui warganya untuk kepentingan politik dan pencitraan, namun di sisi lain warga dibuang begitu saja bahkan tanahnya dirampas," kesal Zainal.

Sebelumnya, Pulau Rempang memanas setelah personel gabungan TNI-Polri ingin memasang patok tanah untuk pembangunan proyek strategis nasional kawasan Rempang Eco City, 7 September 2023.

Luas wilayah untuk pengembangan Rempang Eco City mencapai 17.000 hektare yang di dalamnya juga telah berdiri 16 kampung tua Melayu.

Rempang eco city rencananya dirancang sebagai kawasan industri, perdagangan hingga wisata terintegrasi kerja sama antara BP Batam dengan PT Makmur Elok Graha (MEG).

Proyek ini masuk dalam daftar Program Strategis Nasional 2023 seperti termaktub dalam Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023 tentang tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional.

Nilai investasi di Rempang Eco City diperkirakan mencapai Rp381 triliun hingga 2028.

Pengembangan Pulau Rempang diklaim dapat memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Batam serta kabupaten/kota lain di Kepulauan Riau.

Pemerintah menargetkan pengembangan kawasan Rempang Eco City dapat menyerap 306.000 tenaga kerja.

Nantinya, perusahaan asal China Xinyi Glass akan memberikan investasi sebesar USD11,5 miliar di kawasan tersebut.

Xinyi rencananya akan membangun pabrik panel surya yang akan diekspor dari Batam dengan sejumlah bahan baku yang berasal dari dalam negeri seperti pasir kuarsa.

Editor : Kurniati

Tag : #pulau rempang    #batam    #nasional    #warga pulau rempang    #pemilu    #amnesty internasional   

BACA JUGA

BERITA TERBARU