parboaboa

Berkah Bulan Ramadhan bagi Pengusaha Kolang Kaling di Simalungun

Janaek Simarmata | Daerah | 09-03-2024

Nurbaiti bersama keluarganya saat mengolah kolang kaling. (Foto: PARBOABOA/Janaek Simarmata)

PARBOABOA, Simalungun - Berkah bulan suci Ramadhan berdampak positif bagi usaha masyarakat kecil.

Hal ini bisa dilihat dari penjualan beberapa barang dagangan yang meningkat drastis jelang Ramadhan dengan harga jual yang juga ikut naik.

Penjualan terlaris dirasakan juga oleh pedagang buah, termasuk pedagang buah kolang kaling. 

Nurbaiti (67), pengusaha kolang kaling di Simalungun, merasakan betul dampaknya.

Kepada PARBOABOA ibu rumah tangga ini bertutur, menyambut Ramadhan, permintaan kolang kaling meningkat di pasaran.

Kolang kaling adalah buah pohon aren yang diolah untuk jadi minuman pemanis, cocok dikonsumsi saat haus. 

Nurbaiti meniti karir sebagai pengusaha kolang-kaling sejak tahun 1973 di Binjai, dengan mengambil langsung buah mentahnya dari  daerah Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun.

Namun pada tahun 1988, ia bersama keluarganya pindah ke Tigarunggu. Lalu pada tahun 1996, Nurbaiti melanjutkan usahanya di Nagori Sigodang, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun.

“Karena kolang kaling lah. Sumbernya dari sini ngapain kita capek capek bawa ke Binjai,” ujarnya, Jumat (8/3/2024).

Ia mengatakan, dulu permintaan kolang kaling yang telah diolahnya tidak setiap hari, karena hanya diproduksi jadi minuman manis pada bulan Ramadhan untuk dikonsumsi saat berbuka puasa.

Namun semakin ke sini, peminatnya semakin banyak dan permintaannya hampir setiap hari, meski tak sebanyak saat bulan puasa.

Anak Nurbaiti, Ajehar Bangun (34), yang selama 10 tahun belakangan menekuni usaha orang tuanya membenarkan perkataan ibunya. 

Aje mengatakan, hampir tiap hari ia mengolah buah kolang kaling karena selalu ada permintaan, terutama dari toke penampung kolang kaling.

Namun, berbeda dengan hari-hari biasa kata dia, menyambut Ramadhan produksi bertambah seiring dengan tingginya permintaan.

Kalau hari-hari biasa, ia hanya memproduksi 400 sampai 500 kilogram kolang kaling dalam seminggu, jelang Ramadhan kuotanya bertambah menjadi 300 kilogram dalam sehari.

Selain peningkatan produksi, peningkatan harga juga dirasakan Aje. Sebelumnya, pada hari biasa toke kolang kaling memberi harga Rp6.000 sampai Rp6.500 per kilogram.  

Namun, saat ini mengalami peningkatan dengan harga berkisar Rp7.500 sampai Rp8.000 per kilogram.

Sementara itu, selain menjual kolang-kaling ke toke dan beberapa daerah di Simalungun, Aje juga menjualnya ke Medan dan Kaban Jahe, Berastagi. 

Tak hanya itu, ia juga pernah menjualnya ke daerah Jawa, salah satunya ke Surabaya, Jawa Timur.

Wati (42), turut merasakan manfaatnya yang bekerja sampingan sebagai pengupas buah kolang kaling di Nagori Sigodang.

Ia mengisi waktu luangnya setelah membereskan pekerjaan rumah, mengupas kolang kaling dan diberi upah satu tumba (baskom jaring kecil) buah hasil olahan senilai Rp1.500.

Dalam sehari Wati dapat mengumpulkan 36 tumba. Ia menegaskan, "aku kadang kadang aja nya kerja disini, kalau ada kegiatan lain ya gak kerja."

Pengolahan Kolang Kaling

Pengolahan kolang kaling merupakan proses yang membutuhkan waktu dan kesabaran, dimulai dari tahap awal pertumbuhan buah hingga proses perebusan. 

Buah aren, sumber dari kolang kaling, hanya siap dipanen setelah melewati periode pertumbuhan yang panjang, yaitu sekitar 8 hingga 9 tahun. 

Berbeda untuk produksi air nira, buah aren dapat dimanfaatkan lebih awal, yakni setelah 7 hingga 8 tahun.

Ketika buah aren dipanen untuk diolah menjadi kolang kaling, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memisahkan buah dari janjangnya. 

Selanjutnya, buah tersebut direbus. Proses perebusan ini tidak hanya penting untuk mengeliminasi rasa gatal yang mungkin ada pada kolang kaling, tetapi juga untuk mencegah kolang kaling menjadi lengket dan memudahkan pengupasan kulitnya.

Perebusan pertama membutuhkan waktu sekitar 3 jam, yang dimulai dengan menunggu drum perebus mencapai suhu yang tepat. Untuk perebusan berikutnya, waktu yang dibutuhkan berkisar antara 2 hingga 2 setengah jam. 

Waktu perebusan yang tepat sangat krusial; jika terlalu singkat, kolang kaling akan tetap lengket pada kulitnya, sedangkan jika terlalu lama, kolang kaling dapat berubah warna menjadi merah.

Selain proses pengolahan, suhu lingkungan tempat pohon aren tumbuh juga mempengaruhi kualitas akhir dari kolang kaling. 

Pohon aren yang tumbuh di daerah dengan suhu lebih dingin cenderung menghasilkan kolang kaling yang lebih besar dan berkualitas lebih baik dibandingkan dengan pohon yang tumbuh di lingkungan dengan suhu yang lebih panas. 

Ini menunjukkan betapa pentingnya faktor lingkungan dalam produksi kolang kaling yang berkualitas.

Editor : Gregorius Agung

Tag : #ramadhan    #kolang kaling    #daerah    #permintaan kolang kaling    #simalungun    #puasa   

BACA JUGA

BERITA TERBARU