parboaboa

Petani Siberut Selatan: Akses Jalan Buruk, Transportasi Mahal, Hasil Bumi Membusuk

TIM Parboaboa | Nasional | 21-09-2023

Pemandangan jalan darat di wilayah Silak Oinan Desa Muntei, Kecamatan Siberut Selatan, Kepulauan Mentawai. (Foto: PARBOABOA/Hendrikus Bentar)

PARBOABOA - Menjual hasil bumi dari Silak Oinan, daerah pedalaman Desa Muntei, Kecamatan Siberut Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai, bukanlah persoalan gampang. Buruknya jalur darat yang bisa dilalui untuk menuju ke pusat perdagangan di Muara Siberut menjadi pangkal masalah. 

“Kami sangat sulit menjual komoditas dan keuntungan pun tidak seberapa,” keluh Stepanus Nahum, seorang petani pisang di Silak Oinan, kepada Parboaboa, Kamis (7/9/2023).

Warga Silak Oinan hanya bisa mengandalkan sungai sebagai satu-satunya jalur transportasi. Mereka harus berkendara menggunakan sampan tradisional yang biasa disebut pompong. 

Pompong merupakan perahu kecil yang terbuat dari kayu. Ukuran panjangnya sekitar empat meter, dengan lebar sekitar 50-60 sentimeter. 

Dimensi Pompong yang tak terlalu besar membuat petani tak bisa membawa hasil panen dengan maksimal. Pisang adalah salah satu komoditas pertanian unggulan di Silak Oinan.

Paling banyak, kata Stepanus, hanya 10 tandan pisang yang bisa dibawa sekali jalan. Masalahnya lagi, ongkosnya juga tidak murah. 

Sekali jalan pergi-pulang, Stepanus perlu merogoh kocek Rp 300 ribu untuk menyewa pompong. Belum lagi waktu tempuhnya yang panjang. 

Kalau air sungai sedang tinggi perjalanan memakan waktu 3-4 jam. Lain halnya bila musim kemarau tiba, perjalanan harus ditempuh selama 6 jam. 

Pengorbanan petani pun tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh. Pasalnya, harga pisang di tingkat pembeli dan pengepul di Muntei dan Muara Siberut hanya berkisar Rp10 ribu-15 ribu per tandan. 

Paling mahal harganya Rp 25 ribu per tandan. Artinya, petani hanya bisa mendapat maksimal Rp 250 ribu. Bila dihitung dengan pengeluaran ongkos pompong, petani merugi Rp 50 ribu. 

“Saya tekor, tidak ada lagi untuk kebutuhan keluarga,” kata Stepanus. 

Petani pisang di Silak Oinan harus putar otak untuk mengangkut hasil bumi. Biasanya, warga di daerah itu menumpang pada orang yang hendak ke Muara Siberut untuk urusan tertentu, seperti mengurus sekolah anak atau surat di desa, dll.

Hasil Bumi Membusuk 

Masalah transportasi bermuara pada banyaknya pisang yang tidak terdistribusi. Pisang-pisang itu akhirnya membusuk dan dibuang karena tidak bisa terjual. 

“Jika dihitung dalam satu desa bisa merugi jutaan,” ujar Stepanus memperkirakan. 

Kondisi tersebut membuat warga Silak Oinan tidak bisa menggantungkan hidup pada pertanian semata. Banyak dari mereka yang bekerja serabutan. Sebagian menjadi kuli pada proyek-proyek pemerintah. 

Selain pertanian, warga Silak Oinan memiliki potensi peternakan babi yang cukup besar. Namun masalah transportasi juga membayangi para peternak.

Beberapa tahun lalu, menjelang pemilu, beberapa anggota DPRD melakukan kunjungan kerja ke Silak Oinan. Warga mengusulkan pembangunan jalan dan jembatan kepada mereka. Namun, hingga saat ini belum ada realisasinya. 

“Kami mengharapkan pemerintah akan membangun jalan penghubung ekonomi masyarakat sedikit bertambah,” ujar Stepanus.

Seorang warga Silak Oinan Desa Muntei sedang menanam pisang di ladangnya. (Foto: Parboaboa/Henrikus Bentar)

Persoalan akses jalan darat tidak hanya dialami warga Silak Oinan. Tiga desa di Kecamatan Siberut Selatan juga mengalami kondisi serupa, yakni Desa Muntei, Matotonan, dan Desa Madobag. 

Paulus Joko, petani pisang di Desa Madobag, juga mengeluhkan akses jalan yang buruk. Jalan menuju Desa Madobag tengah dalam proses pembangunan. 

Namun, pembangunannya tidak sampai ke dusun tempat tinggal Paulus. Hasil bumi warga seperti pisang, keladi, kelapa, pun jadi sulit dijual. 

“Persoalan ini terjadi sudah cukup lama dan yang berdampak pada hasil pertanian membusuk dan tidak laku sehingga pisang diperuntukan untuk ternak,” ujar Paulus. 

Paulus bilang, perlu biaya Rp 300-400 ribu untuk perjalanan ke pusat perdagangan menggunakan pompong. Warga telah mengusulkan pembukaan akses jalan dalam musyawarah rencana pembangunan (musrenbang) desa. 

“Harapan kami pembangunan jalan segera dilanjutkan hingga ke kampung kami agar akses masyarakat lancar sehingga komoditas yang ada di desa tidak membusuk dan laku,” ucap Paulus.

Camat Siberut Selatan, Hijon mengakui, jarak beberapa daerah di wilayahnya jauh dengan induk desa dan kecamatan. Akses jalan yang belum memadai membuat pertumbuhan ekonomi lambat.

Menurut Hijon, satu-satunya harapan yang ada saat ini adalah penggunaan dana desa. Ia sudah meminta pemerintah desa agar mengalokasikan anggarannya untuk memperbaiki jalan.

"Kami dari kecamatan juga tetap mencari dan mengingatkan pemerintah kabupaten untuk mengutamakan pembangunan jalan khususnya yang sudah rusak dan membutuhkan," kata Hijon.

Reporter: Hendrikus Bentar (jurnalis tulis dan foto asal Kepulauan Mentawai)

Editor : Jenar

Tag : #jalan rusak    #siberut selatan    #nasional    #petani    #hasil bumi    #pompong    #berita nasional   

BACA JUGA

BERITA TERBARU