PARBOABOA, Jakarta - Manuver politik Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk membentuk koalisi gemuk hampir tak terbendung. Bahkan, Prabowo mulai menggoda semua partai politik rivalnya di Pilpres 2024 untuk bergabung dalam pemerintahannya nanti.
Menariknya, langkah politik Prabowo ini mendapat respon positif dari partai-partai rivalnya.
Bahkan diprediksi semua partai politik di Koalisi Perubahan yang menjadi pengusung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar di Pilpres 2024, yakni Nasdem, PKB, dan PKS, nantinya bakal ikut gabung dalam pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Pesan itu mulai menguat ke publik lantaran Prabowo saat ini memang tengah melakukan komunikasi politik seusai ditetapkan sebagai pemenang Pilpres 2024.
Pada hari penetapan tersebut, Prabowo langsung melakukan manuver politiknya dengan bersilaturahmi ke DPP PKB, Jakarta Pusat, pada Rabu (24/4/2024).
Lalu, sehari sebelumnya juga, Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai NasDem, Ahmad Ali, bertemu dengan Prabowo. Pertemuan tersebut berlangsung di kediaman Prabowo di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan.
Di tengah menguatnya lobi-lobi politik itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PKS, Aboe Bakar Alhabsyi, menginformasikan bahwa partainya siap bergabung ke pemerintahan Prabowo-Gibran. Aboe menegaskan, PKS ingin berkontribusi bagi bangsa Indonesia setelah dua periode berada di luar pemerintahan.
Ia menjelaskan, ke depan, kita ingin melakukan sesuatu untuk bangsa. "Kita kan sudah berpengalaman dua periode kemarin di luar,'" jelasnya di Kantor DPP PKS, Jakarta, Sabtu (27/4/2024).
Jika PKS bergabung, maka PDIP Perjuangan disebut-sebut menjadi harapan terakhir sebagai oposisi di parlemen. Kubu oposisi tentu sangat dibutuhkan guna mengontrol pemerintahan yang akan dipimpin oleh Prabowo dan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden terpilih.
PKS Butuh Lobi Khusus
Menurut pengamat politik dari Universitas Nasional, Selamat Ginting, Nasdem dan PKB sebagai partai utama di Koalisi Perubahan, hampir pasti akan bergabung bersama Prabowo.
Sementara itu, PKS masih memerlukan pendekatan politik khusus yang dilakukan oleh Prabowo, mengingat daya tawar partai itu yang cukup tinggi.
Prabowo, jelas Ginting, memang perlu sokongan yang kuat di pemerintahannya, termasuk menguasai sisi parlemen. Artinya, Prabowo tentu membutuhkan kekuatan, paling tidak sekitar 70 persen yang mendukungnya," kata Ginting kepada PARBOABOA, Minggu (28/04/2024).
Ginting memaparkan, bergabungnya Nasdem sudah terlihat saat Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh, menerima kunjungan Prabowo dan elit Gerindra di DPP Nasdem, meski kala itu sengketa Pilpres 2024 masih berproses di Mahkamah Konstitusi (MK).
Pada kesempatan tersebut, Nasdem bahkan sudah mengucapkan selamat kepada Prabowo-Gibran atas hasil yang diumumkan oleh KPU RI. "Sinyal bersatunya Nasdem dengan Prabowo semakin menguat, terbaca dari perutusan Ahmad Ali untuk bertemu dengan Prabowo," kata Ginting.
Sedangkan gerbang bergabungnya PKB juga mulai dibuka saat kunjungan politik yang dilakukan Prabowo ke kantor pusat partai tersebut, seusai penetapan oleh KPU RI.
Pada momen tersebut, Prabowo dan Cak Imin sangat cair. Keduanya, serasa dua kekasih yang tengah balikan, lantaran kedua partai ini memang sempat membentuk Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) untuk 2024, namun berakhir lebih awal.
"Jadi, Nasdem dan PKB menjadi partai politik gelombang pertama dari kubu lawan dalam Pilpres yang akan bergabung dalam koalisi pemerintahan Prabowo," ucap Ginting.
Sementara itu, Ginting menyebutkan Prabowo masih perlu melakukan lobi-lobi politik terhadap PKS agar mau juga ikut bergabung. Walaupun terbaru, pihak PKS sudah memberi sinyal ingin bergabung dengan pemerintahannya. PKS, dibandingkan Nasdem dan PKB, memiliki nilai tawar cukup tinggi.
Salah satunya, jelas Ginting, PKS adalah partai yang berkuasa di Jakarta. Partai tersebut berpeluang besar memenangkan pertarungan Pilkada Jakarta yang akan digelar 27 November 2024 mendatang.
Ginting menjelaskan, sebagai Presiden, Prabowo tentu saja berkepentingan untuk menentukan siapa yang akan jadi Gubernur Jakarta karena Jakarta masih prestisius, masih menjadi trendsetter di Indonesia.
"Prabowo tentu berkepentingan dengan PKS karena punya kekuatan di Jakarta dan kemungkinan PKS bisa bersama Gerindra untuk mencalonkan figur di Pilkada Jakarta," ujar Ginting.
"Bergabungnya PKS juga tentu bisa melengkapi keberadaan partai Islam dengan basis pemilihnya masing-masing, misalnya partai Islam modernis itu diwakili oleh PAN yang sudah bergabung sejak pilpres, ada PKB mewakili Islam kultural atau tradisional lalu PKS ini mewakili identitas Islam gerakan atau tarbiyah yang mengacu kepada aktivis kampus," ujar Ginting.
Kemungkinan bergabungnya PKS salah satu faktornya karena adanya pengalaman panjang antara PKS dan Gerindra dalam berkoalisi, di antaranya dua kali dalam Pilpres yakni di 2014 dan 2019 termasuk pada kontestasi Pilkada Jakarta 2017.
Namun, Prabowo perlu strategi khusus untuk merayu PKS agar mau bergabung, karena Partai Gelora yang merupakan pecahan dari PKS berada di koalisinya saat ini.
Diketahui, Sekjen Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Mahfuz Sidik, menegaskan, pihaknya tidak menerima kehadiran PKS di Koalisi Prabowo-Gibran.
Ia menilai, saat proses pencalonan Prabowo-Gibran, PKS kerap menyerang keduanya. “Tentu tak elok bila mereka masuk ke dalam koalisi," kata Mahfuz, Minggu (28/4/2024).
Namun bagi Ginting, Prabowo lebih baik merangkul PKS ketimbang Gelora, jika dilihat dari perolehan suara Gelora yang tidak signifikan pada pemilu kemarin.
Karena itu, jelasnya, walaupun peluangnya (bergabung) masih 50:50, "tapi kecenderungannya PKS akan bergabung dengan alasan modal politik yang besar," tutupnya.