parboaboa

Stunting Bisa Jadi Beban Bonus Demografi, Pengamat Ekonomi: Jangan Anggap Remeh!

Putra Purba | Daerah | 20-07-2023

Asupan gizi yang cukup sejak masa kehamilan hingga anak usia dini menjadi catatan penting untuk mencegah stunting. (Foto: PARBOABOA/Putra Purba)

PARBOABOA, Pematang Siantar - Pengamat Ekonomi menilai kasus stunting atau kekerdilan pada balita tidak bisa dianggap remeh karena bonus demografi memerlukan dukungan sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan berkualitas.

Namun, Pengamat Ekonomi dari Universitas Simalungun (USI), Darwin Damanik, khawatir, stunting bisa menjadi beban bagi bonus demografi di Indonesia. Apalagi seharusnya, bonus demografi menjadi kekuatan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, karena di masa itu, penduduk usia produktif yang lebih besar dari penduduk usia non-produktif.

"Bonus demografi yang kita inginkan di 2030 bisa menjadi gagal karena masalah stunting ini. Tetapi, kenyataan yang akan terjadi bonus demografi tersebut tidak sesuai harapan. Jumlah masyarakat usia produktif diperkirakan menjadi jumlahnya besar, namun jika jumlah stunting juga tinggi bersamaan jumlah masyarakat tersebut di tahun 2030, nanti bisa menjadi beban demografi buat pemerintah, bukan bonus demografi," ujarnya kepada PARBOABOA, Kamis (20/7/2023).

Darwin menjelaskan, penelitian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) di 2018 menyebutkan, dampak stunting terhadap perekonomian negara tidaklah kecil, kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh stunting mencapai 2 hingga 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) per tahun.

"Inikan jumlah besar kerugian yang didapat negara, lebih baik kerugian tersebut dijadikan modal dalam pencegahan stunting," sarannya.

Darwin juga menilai, pemerintah pusat dan daerah tidak tanggap terhadap permasalahan stunting, bisa-bisa bonus demografi tersebut seperti pisau bermata dua.

"Jika berjalan sesuai harapan bonus demografi tersebut, bisa menjadi modal bagi Indonesia untuk menjadi negara besar atau maju di 2045 nanti. Tetapi jika sebaliknya, sudah dipastikan gagal kita menjadi negara maju," tuturnya.

Target pencapaian stunting dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) harus di bawah 20 persen di 2024 mendatang, sementara angka Indonesia masih di atas 21,6 persen di 2022.

Darwin mengungkapkan poin penting yang harus diperhatikan pemerintah mengatasi stunting ini adalah ekonomi, edukasi dan infrastruktur. Seperti kebijakan-kebijakan ekonomi yang pro terhadap orang miskin, terutama dalam hal peningkatan pendapatan. Kemudian edukasi kepada masyarakat tentang kesehatan dan gizi yang berkelanjutan dan pemerataan pembangunan infrastruktur sebagai dasar kebutuhan masyarakat.

"Intervensi dalam hal nutrisi bagi seluruh masyarakat juga menjadi hal utama yang harus dilakukan. Pemerintah harus mampu menyediakan bahan pokok nutrisi bagi masyarakat terutama harganya sehingga masyarakat dapat memenuhinya secara berkelanjutan, selain memberikan bantuan secara tepat sasaran," tegasnya.

Darwin mengingatkan pemerintah untuk cepat menangani persoalan stunting, agar tidak terimbas pada perekonomian baik di tingkat keluarga maupun pemerintah.

"Masyarakat sehat sudah pasti akan lebih produktif dalam hal pekerjaan maupun kegiatannya. Tapi kalau nanti masyarakat kita banyak yang tidak produktif karena disebabkan stunting tadi, pastilah menjadi beban perekonomian dan sosial keluarga dan negara," katanya.

Selain itu, permasalahan stunting juga harus segera dicarikan solusi oleh pemerintah agar tidak menjadi beban sosial di masa mendatang.

"Karena yang seharusnya didapatkan dari bonus demografi adalah daya saing dan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang baik di masa depan," imbuh Darwin Damanik.

Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P2KB) Pematang Siantar Hasudungan Hutajulu mengatakan, Pemko Pematang Siantar tengah fokus pada pengelolaan pengendalian penduduk untuk menurunkan prevalensi stunting 3,22 persen untuk mencapai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) prevalensi stunting sebesar 11,08 persen di 2023.

"Kurangnya asupan gizi menjadi catatan penting dalam kehamilan dan anak usia dini, sehingga berdampak buruk terhadap kesehatan. Sehingga anak yang stunting dan sudah terlanjur kekurangan gizi, walaupun kemudian ada perbaikan nutrisi, peluang keberhasilannya kecil. Sebab, berdampak pada kecerdasan dan tumbuh kembang, capaian akademik anak di sekolah, berkurangnya produktivitas serta pendapatan rendah saat anak menuju dewasa," katanya.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Pematang Siantar menyebut jumlah penduduk di kota itu mencapai 274.056 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sebesar 1,35 persen di 2022.

Editor : Kurnia

Tag : #stunting    #balita    #daerah    #gizi anak    #bappenas    #berita sumut   

BACA JUGA

BERITA TERBARU