parboaboa

Multi Tafsir dan Sering Jadi Alasan Penahanan, ICJR: Cabut Pasal 36 Jo Pasal 51 di UU ITE

Kurniati | Hukum | 21-07-2023

Koalisi Masyarkat Sipil mendesak revisi UU ITE. (Foto: Amnesty Internasional Indonesia)

PARBOABOA, Jakarta - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mendesak agar pemerintah dan DPR mencabut ketentuan Pasal 36 juncto Pasal 51 ayat (2) di Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang saat ini revisinya tengah berlangsung.

"ICJR minta agar mencabut ketentuan Pasal 36 juncto Pasal 51 ayat (2) UU ITE untuk mendorong perbaikan optimal melalui revisi UU ITE yang saat ini sedang berlangsung," kata Direktur Eksekutif ICJR, Erasmus Napitupulu dalam keterangan tertulisnya kepada PARBOABOA, Jumat (21/7/2023).

Pasal 36 juncto Pasal 51 ayat (2) UU ITE berisi menaikkan ancaman pidana dari beberapa pasal pidana seperti Pasal 27 ayat (3) UU ITE tentang penghinaan yang diancam dengan pidana maksimal 4 tahun penjara menjadi pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

"Pasal ini sering sekali digunakan sebagai alasan untuk sekedar dapat melakukan penahanan, padahal tidak jelas kerugian materil atau imateril yang diderita korban penghinaan," tegasnya.

Sehingga, pasal ini menjadi sangat karet dan menimbulkan multi tafsir dalam implementasi dan sekali lagi hanya digunakan untuk dapat melakukan penahanan karena ancaman pidana di atas 5 tahun penjara, imbuh Erasmus.

Ia melanjutkan, pemberatan ancaman pidana akibat kerugian tidak relevan karena korban justru tidak mendapatkan ganti rugi atas kerugian tersebut sebab tingginya denda akan dibayarkan ke negara, bukan korban.

"Pasal ini hanya untuk memperberat hukuman yang pada beberapa pasal telah dihindarkan sesuai perubahan UU ITE sebelumnya agar penahanan tidak dapat dilakukan," katanya.

Apabila terjadi kerugian, tambah Erasmus, maka korban dapat didorong untuk menggunakan mekanisme penggabungan gugatan kerugian pidana-perdata melalui ketentuan Pasal 98 KUHAP.

"Kerugian akibat penghinaan juga sudah diatur dalam pasal 1372 BW/KUHPerdata," katanya.

Tidak hanya itu, hal paling mendasar lainnya, beberapa ketentuan pidana dalam UU ITE sudah dicabut dalam KUHP dan menurut ICJR, ini adalah langkah awal perbaikan UU ITE.

"Sinkronisasi itu termasuk memberikan pemberatan pada beberapa pasal di KUHP apabila dilakukan dengan sarana elektronik sesuai putusan dari Mahkamah Konstitusi. Dengan begitu, maka pemberatan kerugian tidak lagi diperlakukan dan malah menimbulkan over-kriminalisasi," tambah Erasmus Napitupulu.

Diketahui, beberapa pasal di UU ITE yang bermasalah seperti Pasal 26, Pasal 27 ayat (1) dan (3), Pasal 28 ayat (2), Pasal 29, Pasal 40 dan Pasal 45.

Pasal 26 UU ITE berbunyi "Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan, penggunaan, setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan". Sementara Pasal 27 ayat (1) dan (3) berbunyi informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Pasal-pasal tersebut dinilai karet karena dapat menjerat masyarakat yang menjalankan haknya untuk berekspresi dan berpendapat.

Editor : Kurniati

Tag : #uu ite    #icjr    #hukum    #revisi uu ite    #tolak uu ite    #kebebasan berpendapat   

BACA JUGA

BERITA TERBARU