parboaboa

Jejak Gesekan Agama di Pakistan, Kini Komunitas Kristen Kembali Diserang

Andy Tandang | Internasional | 17-08-2023

Tempat ibadah umat Kristen dibakar sejumlah kelompok di Pakistan. (Foto: Tangkapan layar video)

PARBOABOA, Pakistan - Gesekan umat Muslim dan Kristen di Pakistan kembali menodai relasi antar agama yang hari-hari ini diperjuangkan komunitas dunia.

Kabar teranyar, sejumlah warga Muslim kembali menyerang komunitas umat Kristen di Pakistan. Mereka bahkan secara brutal membakar beberapa bangunan, termasuk tempat ibadah umat Kristen.

Potongan video aksi pembakaran bangunan gereja tersebut tersebar luas di media sosial. Dilihat PARBOABOA, Kamis (17/8/2023), sekelompok warga menaiki menara gereja dan meruntuhkan salib yang beridiri kokoh di atas bubung bangunan gereja.

Sejumlah warga lain pun ikut merusak dan membakar beberapa bangunan. Mereka juga terlihat mengobrak-abrik fasilitas di dalam gedung gereja dan membuangnya ke luar.

Sementara yang lainnya hanya bisa menyaksikan aksi banal sejumlah warga muslim tersebut dari jalanan, tanpa ada yang berusaha untuk mencegah.

Serangan sejumlah warga muslim ini diketahui terjadi di sebuah kota kecil yang letaknya berada di kawasan industri Faisalabad, Jaranwala, Pakistan.

Juru Bicara Kepolisian Naveed Ahamad menyebutkan, aksi penyerangan yang dilakukan sejumlah warga muslim ini diduga karena masalah penistaan agama yang dilakukan dua orang Kristen setempat.

Polisi Pakistan menyebut ada halaman-halaman Alquran yang ditemukan dengan beberapa komentar menghina yang ditulis dengan warna merah. Hal ini sontak memantik amarah sejumlah kelompok muslim.

Dugaan tersebut kemudian berlanjut pada provokasi masa hingga akhirnya sejumlah umat muslim menyerobot masuk ke wilayah Kristen dan melakukan penyerangan.

Atas aksi tersebut, lebih dari 100 orang ditangkap setelah diidentifikasi melalui rekaman video yang beredar.

Jejak Gesekan Agama di Pakistan

Konflik sektarian berbasis agama bukan baru pertama kali terjadi di Pakistan. Jauh sebelumnya, konflik yang berujung pada diskriminasi dan penyerangan minoritas ini pernah menjadi catatan kelam kemanusiaan di Pakistan.

Pada tahun 2005 silam, sebuah gereja dan sekolah Kristen di Faisalabad dibakar massa dan umat Kristen dipaksa untuk meninggalkan rumah mereka. Aksi brutal ini terjadi disinyalir karena adanya celah hukum di undang-undang penistaan agama negara tersebut.

Kasus yang sama pun terjadi pada tahun 2009, di mana massa kembali membakar sekitar 40 rumah dan tempat ibadah umat Kristen di Gojra. Bahkan, massa juga membakar hidup 8 orang umat Kristen, yang membuat dunia berduka saat itu.

Pada 2014 silam, tepat di hari ketiga Idul Fitri, dua bersaudara yang merupakan pedagang beragama Hindu tewas dibunuh di depan rumah mereka di distrik Umerkot di Provinsi Sindh.

Di tahun yang sama, Rashid Rehman, seorang pengacara terkemuka yang getol memperjuangkan kemanusiaan juga tewas dibunuh setelah membela seorang profesor yang ditduh melakukan penistaan agama.

Peristiwa pembunuhan sang pengacara itu menjadi representasi situasi darurat di Pakistan yang kemudian berdampak serius pada perjuangan HAM di negara tersebut.

Dalam catatan Pakistan Institute For Peace Studies, pada tahun 2013, ada sekitar 1.200 kasus pembunuhan atas nama konflik sektarian terjadi di Pakistan. Sementara itu, lebih dari 80 orang Kristen terbunuh dalam aksi bom bunuh diri di sebuah gereja di Peshawar.

Sementara itu, lebih dari 100 rumah orang Kristen dibakar atas kasus dugaan penistaan agama. Serangkain serangan terhadap kelompok minoritas di Pakistan menciptakan ketakutan dan rasa tidak aman. 

Pada tanggal 15 Maret 2015, komunitas Kristen lagi-lagi diserang dengan dua ledakan yang terjadi di Gereja Katolik Roma dan Gereja Kristus selama kebaktian Minggu di Youhanabad kota Lahore. Ledakan tersebut menewaskan 15 orang dan 70 luka-luka.

Dalam catatan Open Doors, sebuah misi non-denominasi yang mendukung orang-orang Kristen yang dianiaya di dunia, pada November 2017, Pakistan memiliki jumlah orang Kristen tertinggi yang dibunuh di dunia, yakni 76 orang Kristen dibunuh.

Selain itu, Pakistan juga menempati urutan teratas dalam daftar serangan gereja yang paling banyak didokumentasikan, terhitung 600 dari total 1.329 gereja yang diserang di seluruh dunia selama periode waktu yang sama.

Tak hanya itu, tentu masih segar di ingatan publik, kasus penembakan seorang warga Kristen lantaran mengontrak rumah di lingkungan muslim di Peshawar pada 2020 silam. 

Sementara di bagian timur Punjab, seorang pendeta Kristen dipukuli tetangganya yang muslim dan dipaksa meninggalkan desanya karena dianggap kafir.

Diskriminasi agama di Pakistan menjadi salah satu problem serius yang mengganggu perjuangan hak asasi manusia sekaligus menuntut perjuangan global untuk kembali menciptakan suasana harmonis di negara tersebut.

Dalam catatan Asian Foundation, konflik agama yang terjadi di Pakistan tidak pernah terlepas dari konteks historis politik negara tersebut. 

Salah satu kontkes historis tersebut adalah Resolusi Pakistan pada tahun 1940, yang memberi ruang pada nasionalisme agama sebagai kekuatan pemersatu untuk berdirinya sebuah negara merdeka.

Resolusi ini dinilai menjadi salah satu basis pemicu sekaligus menetapkan dasar bagi intoleransi agama yang terjadi di Pakistan hingga hari ini.

Selain itu, dominasi mayoritas yang menduduki posisi-posisi strategis di pemerintahan, sesuai Konstitusi Pakistan tahun 1973, juga memperkuat superioritas kelompok mayoritas.

Pada tahun 2013, The Asia Foundation mendirikan jaringan Hak Berekspresi, Berkumpul, Berserikat, dan Berpikir (REAT) di bawah program Dana Hak Asasi Manusia III untuk memastikan koordinasi dan hubungan strategis antara organisasi masyarakat sipil lokal terkait isu kebebasan beragama dan kebebasan berekspresi. 

Selain itu, komunitas Coalition for Rights of Minorities (CRM) yang bermitra dengan The Asia Foundation juga secara aktif menangani isu-isu kebebasan beragama di seluruh dunia.

Editor : Andy Tandang

Tag : #kristen    #pakistan    #internasional    #muslim    #bentrok agama   

BACA JUGA

BERITA TERBARU