parboaboa

Survei: Milenial dan Gen Z Sebut Kebijakan Pemerintah Tak Mampu Cegah Krisis Iklim

Patrick | Daerah | 05-09-2023

Ilustrasi tumpukan sampah yang dapat mendorong pemanasan global dan perubahan iklim. (Foto: Celios)

PARBOABOA, Simalungun - Generasi milenial dan generasi Z menilai pemerintah belum memiliki kebijakan yang mampu mencegah krisis iklim.

Jika dirinci, kata Peneliti Institute for Policy Development, Rizki Ardinanta, generasi milenial lebih besar menilai pemerintah belum memiliki kebijakan yang mampu mencegah krisis iklim, yaitu sebesar 46 persen, sementara gen Z hanya 24 persen.

"Data tersebut menjelaskan kemampuan segmen generasi Z dan milenial dalam menilai kebijakan secara kritis kemungkinan besar masih dipengaruhi cepatnya arus informasi mengenai isu lingkungan dari berbagai macam platform media sosial dan berita," katanya saat merilis survei nasional, sekaligus Webinar 'Menuju Transisi Energi: Pesan Rakyat Untuk Presiden Masa Depan' yang berlangsung secara daring, Selasa (05/09/2023).

Berdasarkan survei tersebut, secara umum masyarakat menilai pemerintah belum mampu merumuskan kebijakan yang dapat mencegah krisis iklim di Indonesia. 

Krisis Iklim merupakan kondisi yang mengacu perubahan ekstrim terkait suhu dan pola cuaca seperti peningkatan suhu rata-rata bumi dalam jangka waktu yang relatif panjang berdampak pada kondisi tempat tinggal, ketersediaan pangan, kesehatan serta keselamatan hidup.

Diketahui, pada 2016, Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement to The Nations Framework Convention on Climate Change dan mengeluarkan regulasi terkait pembentukan pasar karbon dan pajak karbon melalui Perpres Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Perpres itu mengatur skema carbon pricing (carbon trading dan carbon offset), pembayaran berbasis kinerja (result-based payment/RBP), pungutan atas karbon seperti pajak karbon dan PNBP, serta mekanisme lainnya. Selanjutnya, pengaturan terkait pajak karbon sendiri diperkuat melalui pengesahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

"Meskipun sejumlah regulasi telah disahkan, pemerintah nyatanya juga masih terlihat longgar terhadap penggunaan batu bara sebagai sumber energi listrik nasional. Pejabat eksekutif maupun legislatif juga masih terasosiasi dengan perusahaan batubara sehingga masyarakat masih khawatir dengan penegakan aturan terkait krisis iklim yang sudah disahkan," ungkap Rizky.

Ia melanjutkan, sekira 81 persen masyarakat Indonesia juga setuju pemerintah harus mendeklarasikan kondisi darurat iklim.

Jika dirinci dari daerah tempat tinggalnya, masyarakat yang tinggal di perkotaan dan pinggiran kota cenderung lebih setuju pemerintah mendeklarasikan darurat iklim dibandingkan masyarakat yang tinggal di pedesaan.

"Jika dipersentasekan, jumlah masyarakat perkotaan dan pinggiran kota yang setuju pemerintah mendeklarasikan kondisi darurat iklim sebesar 89 dan 88 persen. Sementara masyarakat pedesaan hanya 74 persen," kata Rizky.

Survei dilakukan di seluruh wilayah Indonesia seperti Kalimantan, Sulawesi, Sumatra, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara serta Papua dan Maluku. Survei juga melibatkan 1.245 responden.

Editor : Kurniati

Tag : #krisis iklim    #milenial dan gen z    #daerah    #perubahan iklim    #climate change    #pemanasan global    #berita sumut   

BACA JUGA

BERITA TERBARU