PARBOABOA, Pematangsiantar – Belakangan ini, Museum Simalungun yang terletak di Jalan Jenderal Sudirman Pematangsiantar tampak sepi oleh pengunjung.
Tercatat, museum tersebut terakhir kali dikunjungi pada Selasa (10/5), dan itu pun hanya satu orang saja. Hal itu dipantau langsung oleh tim Parboaboa, Selasa (17/5).
Ketua Pengurus Yayasan Museum Simalungun, Drs Djomen Purba mengatakan bahwa sejak resmi dikelola oleh Yayasan Museum Simalungun pada 7 Juni 1955, museum sangat ramai dikunjungi oleh wisatawan baik dalam negeri maupun luar negeri.
Namun, kata Djomen, pengunjung mulai berkurang sejak tahun 2000 akibat aksi terorisme di Bali. Sehingga, beberapa negara asing mengeluarkan Travel Warning kepada warganya agar tidak berkunjung ke Indonesia untuk sementara waktu.
“Dulunya ramai ini, apalagi di tahun 1970an. Bahkan, banyak pengunjung yang datang dari luar negeri. Tapi setelah adanya teror, berkuranglah dari Eropa,” ujar Djomen.
Tak hanya itu, Djomen juga mengungkapkan bahwa pandemi Covid 19 juga mempengaruhi berkurangnya jumlah pengunjung di Museum Simalungun, termasuk para siswa sekolah.
“Yang parahnya setelah dua tahun ini, Covid 19 kan? Anak anak sekolah pun berkunjung kan terbatas, jadi tidak ada tamu,” ucap Djomen.
Padahal, sebelum Covid 19, untuk meningkatkan jumlah pengunjung, dikatakan Djomen, pihak Yayasan sering melakukan kerjasama dengan Dinas Pendidikan (Disdik) dengan membuat surat edaran yang ditujukan kepada para kepala sekolah untuk membuat program kunjungan siswa ke Museum Simalungun untuk mengenal sejarah dan budaya Simalungun.
“Karena museum menjadi pusat studi, kajian budaya, menyelenggarakan pendidikan budaya dan sejarah, melakukan aktivitas dan kreatifitas untuk mengenal tokoh pahlawan sembari mendapatkan pendidikan budaya dan sejarah, jadi dianjurkan (bentuk kerjasama) oleh Dinas Pendidikan. Itulah cara kita untuk menarik pengunjung ke Museum, ” jelas Djomen.
Saat ditanyai tentang sistem pengelolaan, Djomen mengaku bahwa museum tersebut milik Pemerintah Daerah (Pemda) Simalungun yang pengelolaannya diserahkan kepada Yayasan.
Ia menyebutkan, seluruh biaya operasional seperti gaji karyawan dan biaya kebersihan ditanggung oleh Pemda Simalungun. Meski demikian, pihak yayasan juga menerima bantuan biaya dari Pemerintah Kota Pematangsiantar, namun hanya dua kali dalam setahun dan itu pun hanya untuk biaya rehabilitasi bangunan.
“Kalau dari Simalungun, mengenai operasionalnya. Gaji-gaji pegawai, kebersihan, jaga malam,” ungkap Djomen.
Terakhir, Djoman berharap agar pandemi Covid-19 segera berakhir agar pengunjung di Museum Simalungun bisa meningkat. Sehingga kebudayaan Simalungun bisa dikenal masyarakat luas.
“ya, cepatlah berakhir pandemi inikan, jadi pengunjung bisa datang lagi kemari. Agar budaya Simalungun bisa diketahui orang juga kan,” tutup Djomen.
Sebagai informasi, Museum Simalungun dibangun pada tanggal 10 April 1939 di Pematangsiantar oleh Raja-raja Simalungun. Tepat setahun setelah dibangun, Museum Simalungun kemudian diresmikan pada tanggal 30 April 1940.
Saat masuk ke dalam museum, pengunjung akan disuguhi dengan sejumlah patung batu yang disebut hulu balang alias penjaga pintu.
Untuk biayanya, pengunjung hanya dikenakan tarif sebesar Rp 5000 per orang. Museum ini dibuka mulai dari hari Senin hingga Sabtu mulai dari pukul 08.00-17.00 WIB.
Editor: -