parboaboa

Pencopotan Hakim Anwar Usman, Petaka bagi Elektabilitas Prabowo-Gibran?

Rian | Politik | 09-11-2023

Efek pencopotan Hakim Anwar Usman bagi elektabilitas Prabowo-Gibran. (Foto: Instagram/@prabowo)

PARBOABOA, Jakarta - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutus hakim Anwar Usman melakukan pelanggaran etik berat.

Anwar dinyatakan terbukti bersalah karena terlibat konflik kepentingan dalam mengadili perkara gugatan tentang persyaratan batas minimun usia capres-cawapres.

Melalui putusan Nomor 90/PPU-XXI/2023 tersebut, Mahkamah Konstitusi (MK) yang dikomandoi hakim Anwar Usman telah mengakomodir norma baru terkait syarat menjadi capres-cawapres.

Jika sebelumnya, syarat menjadi capres-cawapres harus berusia minimal 40 tahun, melalui putusan a quo, siapa saja bisa mencalonkan diri sekalipun belum berusia 40 tahun asalkan pernah dan sedang menjabat  sebagai kepala daerah.

Putusan tersebut disinyalir memberi karpet merah bagi Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Jokowi  sekaligus keponakan Anwar Usman sendiri sebagai cawapres Prabowo Subianto, meski baru berusia 36 tahun.

Muatan konflik kepentingan lewat relasi paman-ponakan inilah yang membuat Anwar Usman dan hakim MK lainnya dilaporkan oleh sejumlah akademisi, guru besar dan perhimpunan advokat atas dugaan pelanggaran kode etik.

Dalam catatan PARBOABOA, pelapor kebanyakan meminta agar putusan itu diperiksa ulang tanpa keterlibatan hakim Anwar sehingga aspek netralitas penegakkan hukum dapat tercapai.

Namun, melalui putusan MKMK yang dibacakan pada Selasa (7/11/2023), majelis hakim hanya memberi sanksi berupa pencopotan Anwar dari ketua hakim MK tanpa menyentuh materi putusan perkara Nomor 90/PPU-XX1/2023.

Hakim MKMK berpendapat, majelis tidak berwenang menilai keabsahan putusan apalagi membatalkannya karena melampaui batas kewenangan, sekaligus hanya menegaskan superioritas suatu lembaga terhadap MK.

“Majelis Kehormatan tidak berwenang menilai putusan Mahkamah Konstitusi, in casu Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie saat membacakan putusan.

Adapun sanksi lain, hakim terlapor tidak diperkenankan ikut memeriksa dan mengadili perkara perselisihan 
hasil pemlihan presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, DPRD dan kepala daerah yang punya indikasi adanya benturan kepentingan.

Dengan putusan MKMK yang baru maka Gibran dipastikan bakal melenggang ke pentas pilpres 2024 sebagai cawapres yang mendampingi Prabowo Subianto.

Efek bagi Prabowo-Gibran

Sekalipun tidak berakibat langsung terhadap pencalonan Wali Kota Solo itu sebagai cawapres, sebagian kalangan melihat putusan MKMK akan menjadi batu sandungan bagi pasangan Prabowo-Gibran.

Legitimasi Gibran akan terus dipertanyakan, bahkan dapat menjadi jualan politik yang bisa menjatuhkan kredibilitas dan elektabilitas pasangan yang diusung oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) ini.

Pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin melihat, putusan MKMK memang punya dampak terhadap Prabowo-Gibran, tetapi belum terkonfirmasi dari aspek penurunan elektabilitas.

Ada sentimen negatif terhadap putusan itu, kata Ujang, namun tidak juga menjadi petaka bagi elektabilitas kedua pasangan, sekurang-kurangnya jika mengacu pada temuan beberapa lembaga survei.

"Kalau kita lihat hasil survei beberapa lembaga survei pasca putusan MK, itukan elektabilitasnya masih tinggi dibandingkan capres-cawapres yang lain. Jadi berdampak tapi kecil," kata Ujang kepada PARBOABOA, Kamis (9/11/2023).

Namun, mantan ketua Himpunan Mahasiswa Pidana Politik Islam Bandung ini mengingatkan, elektabilitas tersebut belum menjadi angin segar bagi Prabowo-Gibran, mengingat waktu menuju pemilu masih panjang.

Menurutnya, dalam rentang waktu tersebut masih banyak isu yang harus di-counter untuk meminimalisir potensi penurunan elektabilitas.

"Ke depannya tergantung Prabowo-Gibran, bagaimana bisa memanfaatkan momentum untuk mengkapitalisasi isu-isu yang positif sehingga bisa mendapatkan simpati dan dukungan dari rakyat," ujarnya.

Dalam analisisnya, putusan MKMK sendiri sebetulnya bagus untuk menjaga marwah MK, dan di saat yang sama akan menciptakan dinamika positif yang akan terus berkembang.

"Jadi saya melihatnya dalam konteks putusan MK yang tidak berubah, maka kelihatannya Prabowo-Gibran akan tetap maju sebagai capres-cawapres yang akan ditetapkan pada 14 November nanti," tutupnya.

Sebelumnya, temuan lembaga survei Charta Politica menunjukkan, semenjak Gibran diumumkan sebagai cawapres Prabowo dan pasca putusan MK, terlihat ada kecenderungan penurunan elektabilitas pasangan ini. 

Dalam temuan tersebut, elektabilitas Prabowo-Gibran merosot sebesar 2,5 persen. Hal ini terbaca dari survei 
periode 13-17 Oktober 2023 dengan elektabilitas sebesar 46 persen, lalu turun menjadi 43,5 persen dalam jajak pendapat pada 26-31 Oktober 2023.

Direktur Eksekutif Charta Politica, Yunarto Wijaya menilai, penurunan ini disebabkan oleh adanya antipati terhadap isu politik dinasti yang melekat dengan keluarga Jokowi. 

Hal ini, kata Yunarto, bisa dibaca lewat sejumlah manuver, salah satunya melalui pengujian UU batas usia capres-cawapres untuk meloloskan langkah Gibran.

Ia menilai, potensi penurunan elektabilitas dua pasangan ini akan terjun bebas menyusul putusan MKMK yang mencopot Anwar Usman dari jabatan sebagai ketua hakim MK. 

Editor : Rian

Tag : #anwar usman    #mahkamah konstitusi    #politik    #mkmk    #prabowo    #gibran   

BACA JUGA

BERITA TERBARU